CNBC Indonesia Research

Proyek "Gila" Pangeran MBS Bikin Arab Saudi Langkahi RI?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Rabu, 14/12/2022 07:35 WIB
Foto: Presiden RI Jokowi Bersama Raja Arab Mohammed bin Salman selama KTT para pemimpin G20 di Nusa Dua, Bali, Indonesia, 15 November 2022. (Tangkapan layar Youtube Sekretariat Presiden RI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pangeran Mohammed bin Salman, putra mahkota sekaligus pemimpin de facto Kerajaan Arab Saudi mencanangkan perubahan besar-besar sejak 2016 lalu melalui proyek "Vision 2030". Tujuan utamanya untuk melepaskan ekonomi Arab Saudi dari ketergantungan dengan minyak mentah.

Beberapa proyek "gila" seperti Neom yang dirancang sebagai kota futuristik, kemudian proyek Laut Merah dan Pulau Surga menelan biaya ratusan miliar dolar Amerika Serikat. Bahkan deputi menteri investasi Arab Saudi Saad Al-Shahrani proyek Vision 2030 secara kumulatif akan menarik investasi senilai US$ 3,3 triliun dan US$ 480 miliar penanam modal asing pada periode 2021 - 2030. Jika dikonversi ke rupiah dengan kurs Rp 15.600/US$, maka nilai investasi tersebut nyaris mencapai Rp 59.000 triliun.

Nilai yang sangat fantastis, tetapi juga akan mampu melipatgandakan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi Arab Saudi.


Dengan proyek "Gila" tersebut, perekonomian Arab Saudi bisa memepet Indonesia.

Untuk diketahui, nilai produk domestik bruto (PDB) Arab Saudi pada 2021 mencapai US$ 833,5 miliar, berdasarkan data dari World Bank. Sementara nilai PDB Indonesia di tahun yang sama sebesar US$ 1,186 triliun.

Ide awal Vision 2030 berasal dari riset yang dilakukan perusahaan konsultan McKinsey Global Institute (MGI) pada 2015 lalu. Riset tersebut menunjukkan bagaimana Arab Saudi sangat bergantung pada minyak mentah.

Penjualan minyak mentah berkontribusi sebesar 42% dari total PDB, 90% dari total ekspor dan 87% dari pendapatan negara. Bisa dibayangkan bagaimana kacaunya Arab Saudi jika harga minyak mentah jeblok.

Hal ini juga yang menjadi alasan kenapa Arab Saudi yang notabene memimpin OPEC malah memangkas tingkat produksinya saat harga minyak mentah masih tergolong tinggi, dan negara-negara lain menghadapi inflasi akibat mahalnya harga energi.

Dalam riset tersebut, MGI juga menyatakan pertumbuhan yang didorong produktivitas bisa menyelamatkan perekonomian Arab Saudi ketika harga minyak mentah jeblok. Menurut MGI, Arab Saudi perlu berinvestasi di sektor dengan pertumbuhan tinggi seperti pertambangan dan logam, petrokimia, pariwisata dan perhotelan, perawatan kesehatan, finansial, manufaktur dan lainnya.

Guna melakukan perubahan tersebut, estimasi nilai investasi yang diperlukan mencapai US$ 4 triliun hingga 2030. Tetapi, nilai investasi tersebut akan sebanding dengan hasilnya, lapangan kerja yang tercipta diperkirakan mencapai 6 juta dan PDB Arab Saudi bisa tumbuh dua kali lipat di 2030.

Berdasarkan data dari World Bank, nilai PDB Arab Saudi pada 2014 sebesar US$ 746 miliar. Artinya jika tumbuh dua kali lipat pada 2030 bisa mencapai US$ 1,5 triliun.

Sementara itu, jika melihat nilai perekonomian Indonesia US$ 1,186 triliun pada 2021, dengan asumsi pertumbuhan 5% setiap tahunnya, maka di 2030 nilainya akan mencapai US$ 1,822 triliun.

Nilai perekonomian Indonesia masih tetap lebih tinggi, apalagi jika mampu tumbuh lebih dari 5% per tahunnnya.


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Iran-Israel Bikin Harga Komoditas Naik, RI Diuntungkan?