
Baru Saja Awal Pekan, Rupiah Sudah Terkapar

Jakarta, CNBC Indonesia -Â Nilai tukar rupiah kembali terkoreksi di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pada pertengahan perdagangan Senin (12/12/2022), sejalan dengan mayoritas mata uang di Asia. Para pelaku pasar kembali cemas bahwa inflasi akan tetap tinggi.
Mengacu pada data Refinitiv, pada pembukaan perdagangan rupiah terkoreksi 0,05% ke Rp 15.590/US$. Kemudian, rupiah terkoreksi lebih dalam menjadi 0,37% ke Rp 15.640/US$ pada pukul 11:00 WIB.
Indeks harga produsen (IHP) November menunjukkan harga grosir yang lebih tinggi dari perkiraan, naik 0,3% secara mtm dan 7,4% dibandingkan tahun sebelumnya (yoy).
Sementara, Core PPI, yang tidak termasuk makanan dan energi, juga melampaui ekspektasi di mana yang tidak termasuk makanan dan energi, naik 0,4%, mengalahkan estimasi 0,2%. Sontak, hal tersebut meningkatkan kecemasan para pelaku pasar, bahwa inflasi belum benar-benar melandai.
Sehingga, indeks dolar AS kembali diburu. Pukul 11:00 WIB, indeks dolar AS bergerak menguat 0,31% ke posisi 105,13.
Analis terkemuka juga menyatakan kekhawatirannya bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dapat mempertahankan kebijakan yang ketat dalam waktu yang cukup lama.
"Ada sedikit kekhawatiran tentang bagaimana inflasi akan terus-menerus tinggi dan akan mendorong Fed untuk mempertahankan kebijakan pada tingkat yang lebih ketat bahkan lebih lama dari perkiraan sebelumnya," kata Carol Kong, Ahli Strategi Mata Uang di Commonwealth Bank of Australia dikutip Reuters.
"Jika dia berbicara lebih banyak tentang risiko terhadap ekonomi... saya pikir itu mungkin akan dianggap dovish oleh pasar dan tentu saja pasar menyukai komentar dovish dan bagaimana FOMC akan lebih memperhatikan risiko penurunan ekonomi," kata Kong CBA.
Sementara itu, pekan ini akan menjadi pekan yang penting karena pada Selasa 13 Desember 2022 akan dirilis data inflasi yang di ukur dari Indeks Harga Konsumen (IHK) per November 2022. Konsensus analis Trading Economics memperkirakan angka inflasi AS akan kembali melandai ke 7,3%, dari bulan sebelumnya di 7,7% secara tahunan.
Pada Kamis 14 Desember 2022 juga akan menjadi hari yang penting untuk dicermati, di mana Fed akan mengumumkan kebijakan moneternya. Berdasarkan CME Group, sebanyak 74,7% analis memprediksikan Fed akan menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 bps dan mengirim tingkat suku bunga menjadi 4,25%-4,5%.
Dari dalam negeri, investor juga akan disajikan dengan rilis neraca perdagangan per November 2022. Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan surplus neraca perdagangan per Oktober 2022 mencapai US$ 5,67 miliar.
Ekspor Indonesia pada Oktober 2022 tumbuh 12,30% (year on year/yoy) menjadi US$ 24,81 miliar. Dibandingkan bulan sebelumnya ada kenaikan sebesar 0,13%. Sementara impor mencapai 19,14 miliar. Tumbuh 17,44% (year on year/yoy), namun kontraksi 3,40% dibandingkan bulan sebelumnya.
Di Asia, rupiah ternyata tidak sendirian. Mayoritas mata uang juga tertekan terhadap si greenback. Baht Thailand juga terkoreksi tajam sebesar 0,4%. Disusul oleh rupiah dan yuan China yang melemah masing-masing sebesar 0,37% dan 0,36% terhadap dolar AS.
Sementara hanya dolar Hong Kong dan dolar Taiwan yang sukses menguat meski tipis saja, masing-masing sebesar 0,1% dan 0,02% di hadapan dolar AS.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aaf/aaf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bye Dolar! Rupiah Mengangkasa Pekan Ini