Bos LPS: Dampak Resesi Sih Gak Parah Buat Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa tidak menampik jika krisis ekonomi yang diprediksi akan terjadi tahun depan akan berpengaruh ke Indonesia. Hanya saja, dia optimis kalau kebijakan fiskal yang diambil pemerintah benar, maka dampaknya tidak akan separah negara lain.
"Lihat saja pengalaman 2008, negara lain negatif kita tumbuh 4,6%," kata Purbaya dalam konferensi pers, Rabu (7/12/2022).
Adapun dampak ke sektor perbankan, Purbaya berharap tidak ada bank yang jatuh karena resesi tahun depan dan akan berada dalam kondisi normal pada umumnya.
"Kalau BPR enam hingga tujuh jatuh itu normal saja, tidak ada yang luar biasa, namun tetap waspada tetap harus dilakukan," jelas Purbaya.
Purbaya juga memastikan LPS akan tetap mengamati pasar dan mengintervensi jika diperlukan. Terbaru, LPS menetapkan untuk menaikkan bunga penjaminan simpanan valas menjadi 1,75%.
RDK LPS menaikkan bunga penjaminan simpanan valas 100 bps menjadi 1,75%. Untuk bunga penjaminan denominasi rupiah di bank umum tetap 3,75% dan BPR tetap 6,25%.
Purbaya mengungkapkan skema penjaminan yang dilakukan LPS untuk simpanan di perbankan jauh lebih aman dan komprehensif.
"Kalau dibandingkan dengan Singapura dan Thailand LPS lebih besar. Indonesia itu menjamin simpanan dalam mata uang asing, Thailand dan Singapura tidak dijamin," kata dia.
Purbaya mengungkapkan, jadi jika ada penawaran menyimpan uang atau deposito dalam dolar AS di bank-bank Singapura dan Thailand tak akan masuk dalam program penjaminan di negara tersebut.
"Kalau ada yang tawarin deposito dolar AS di Singapura hati-hati itu nggak dijamin, baru dijamin itu kalau dikonversi ke Singapur Dolar. Tapi itu juga ada batasannya, di Thailand juga harus konversi ke mata uang lokal," ujarnya.
Menurut dia, masyarakat yang saat ini menyimpan uang di luar negeri diharapkan tidak ragu untuk kembali ke tanah air. Hal ini untuk memajukan perbankan nasional.
Apalagi di LPS simpanan dijamin hingga Rp 2 miliar di setiap bank.
(tep/ayh)