Melemah Lagi, Rupiah Menuju Rp 16.000/US$ Nih?

Market - Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
07 December 2022 09:13
Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki) Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah bergerak liar melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Rabu (7/12/2022). Begitu perdagangan dibuka, rupiah menguat 0,1% ke Rp 15.600/US$. Setelahnya rupiah berbalik melemah 0,1% ke Rp 15.630/US$ pada pukul 9:07 WIB, melansir data Refinitiv. 

Dolar AS yang kembali perkasa pasca rilis data ekonomi Amerika yang kuat membuat rupiah tertekan. Indeks dolar AS kembali menguat 0,27% pada perdagangan Selasa, setelah naik melesat 0,71% di hari sebelumnya.

Selain itu, pelaku pasar akan menanti rilis data cadangan devisa Indonesia yang belakangan ini terus mengalami penurunan akibat intervensi yang dilakukan Bank Indonesia (BI) guna menstabilkan rupiah.

"Kami intervensi dalam jumlah yang besar. Cadangan devisa kami turun dari US$ 139,9 miliar menjadi sekitar US$ 130,1 miliar," papar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (21/11/2022).

Artinya, untuk melakukan intervensi demi stabilitas rupiah, BI menghabiskan cadangan devisa sebesar US$ 8,8 miliar.

Berdasarkan catatan Tim Riset CNBC Indonesia, hingga Oktober cadangan devisa sudah mengalami penurunan 7 bulan beruntun.

Bahkan, jika dilihat sejak mencapai Rekor tertinggi sepanjang masa US$ 146,9 miliar pada September lalu, nilainya sudah turun US$ 16,7 miliar.

Sementara itu Bank UOB Quarterly Global Outlook Q1 2023 dalam risetnya memproyeksikan pada kuartal I-2023, dolar AS secara rata-rata diperkirakan mencapai Rp 15.900. Kuartal II-2023 pada level Rp 16.000, kuartal III-2023 naik lagi ke Rp 16.100 dan kuartal IV-2023 di level Rp 16.200.

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab pelemahan nilai tukar, terutama dari eksternal. Antara lain resesi ekonomi pada beberapa negara barat seperti Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, Inggris dan lainnya.

Artinya, pada tahun depan tekanan rupiah diprediksi masih akan besar, dan BI butuh lebih cadangan devisa lagi untuk menjaga rupiah. Hal ini membuat Presiden Joko Widodo (JokowiO meminta BI untuk membuat kebijakan yang dapat menahan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri.

Masalah DHE yang parkir di luar negeri menjadi salah satu alasan tirisnya cadangan devisa. Padahal, neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus 30 bulan beruntun. Bahkan, pada periode Januari - Oktober 2023 surplus tercatat sebesar US$ 45 miliar, sementara cadangan devisa malah terus menurun.

"Tentunya dari BI bisa buat sebuah mekanisme sehingga ada periode tertentu cadangan devisa yang bisa disimpan dan diamankan di dalam negeri," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai Sidang Kabinet Paripurna, Kantor Presiden, Selasa (6/12/2022).

Dengan mekanisme ini, pemerintah berharap bisa melihat hasil jelas dari devisa yang dihasilkan setelah neraca perdagangan domestik mencetak surplus selama 30 bulan berturut-turut.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

NPI RI Surplus, Rupiah Sanggup Hajar Trio Dolar Ini?


(pap/pap)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading