
Ekonomi Gelap 2023, Siap-siap BI Pontang Panting!

3. Ekonomi Melambat
Ekonomi Indonesia tumbuh 5,40% secara kumulatif hingga kuartal III-2022. BI memproyeksi pertumbuhan akan menecapai 5,2% pada tahun ini.
Namun, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan melandai ke 4,37% pada tahun depan. Proyeksi BI ini bahkan jauh lebih rendah dibandingkan milik pemerintah yakni 5,3%.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa asumsi ini dibuat dengan hati-hati dan penuh pertimbangan.
"Kami ajukan asumsi yang sangat berhati-hati di mana sasarannya, yaitu mengendalikan inflasi secara lebih cepat sehingga membutuhkan kenaikan suku bunga dan mengendalikan nilai tukar rupiah agar tetap stabil dan menguat," kata Perry, saat Rapat Kerja bersama DPR, akhir bulan lalu.
Perry berulang kali menegaskan jika BI masih akan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan makro-prudensialnya. Salah satunya adalah dengan memperpanjang keringanan down payment 0% untuk kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB) hingga akhir tahun depan.
3. Risiko Perlambatan Kredit
Kenaikan suku bunga acuan BI dikhawatirkan akan menekan pertumbuhan kredit karena melonjaknya bunga pinjaman di perbankan. Investasi juga dikhawatirkan melandai karena cost of fund menjadi lebih mahal.
Berdasarkan laporan Uang Beredar November 2022, pertumbuhan kredit masih naik menjadi 11,7% (year on year/yoy) pada Oktober dari 10,8% pada September.
Namun, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan rata-rata suku bunga kredit korporasi sudah naik ke 7,98% pada September 2022 dari 7,90% pada Juli. Rata-rata suku bunga kredit ritel juga sudah naik ke 8,98% pada September 2022 dari 8,95% pada Juli.
4. Pelemahan Rupiah
Nilai tukar bergerak sangat berlawanan pada tahun ini. Sebelum pertengahan tahun, rupiah menjadi salah satu mata uang paling cemerlang di Asia. Namun, mata uang Garuda ambruk sejak September dan kini menjadi salah satu yang terburuk di Asia.
Sepanjang tahun ini, rupiah sudah melemah 9% lebih di hadapan dolar AS. Rupiah ditutup pada posisi Rp 15.740 kemarin (Selasa (29/11/2022) dan kian mendekati level psikologis Rp 16.000 per US$ 1.
Pelemahan rupiah sepanjang tahun ini sudah lebih buruk dibandingkan periode kebijakan moneter ketat 2018. Pada tahun tersebut, rupiah melemah sekitar 5,6%.
Pelemahan rupiah menjadi kekhawatiran banyak pihak, terutama pelaku usaha. Jika rupiah terus melemah maka harga barang impor semakin mahal. Padahal, mayoritas barang modal/bahan baku industri Indonesia masih sangat menggantungkan pada produk impor.
(mae)