J.P.Morgan: Ada 'Cahaya' dari Gelapnya 2023

Terdapat tiga katalis utama yang dapat menopang saham lebih baik pada 2023 menurut J.P.Morgan. Berbagai katalis tersebut menginidkiasikan bahwa era inflasi tinggi akan segera mencapai puncak kemudian mereda meskipun belum berada di level yang ideal.
Pertama, Bank sentral dunia berhenti menaikkan suku hunga. The Fed dan bank sentral besar lainnya bertekad untuk memperlambat pertumbuhan ekonomi guna mengurangi tekanan inflasi. Maka terjadilah kenaikan suku bunga acuan secara agresif pada 2022.
Saat ini tanda-tanda perlambatan aktivitas ekonomi dan potensi kembalinya produksi di China diharapkan mampu membuat inflasi reda.
Namun untuk lebih memastikan bahwa masalah inflasi tinggi di dunia benar-benar telah selesai, tekanan upah karena pasar tenaga kerja yang ketat juga harus diselesaikan. Kondisi lowongan kerja di beberapa wilayah melebihi jumlah pengangguran yang ada sehingga perlu diperhatikan.
Perekrutan dan pemberhentian pekerjaan sudah bergulir dan, mengingat gaji yang lebih tinggi adalah salah satu alasan paling umum bagi orang untuk pindah pekerjaan, J.P.Morgan melihat ini sebagai tanda bahwa pertumbuhan upah seharusnya meredakan.
Dengan asumsi inflasi utama dan inflasi upah mereda, J.P.Morgan melihat suku bunga AS naik menjadi sekitar 4,5% - 5,0% pada kuartal pertama 2023 dan berhenti di sana.
"ECB juga diperkirakan akan berhenti di 2,5% -3,0% pada kuartal pertama. Bank of England mungkin membutuhkan waktu sedikit lebih lama untuk mencapai puncaknya, mengingat inflasi kemungkinan akan terbukti lebih lengket di Inggris. Kami melihat tingkat bunga Inggris puncak 4,0% -4,5% pada kuartal kedua," ungkap J.P.Morgan.
Kedua, China yang masih berkutat dengan virus Corona (Coronavirus Disease 2019/Covid-19) memiliki kebijakan Zero Covid yang membuat prospek ekonomi tidak jelas.
Kan tetapi J.P.Morgan melihat kebijakan tersebut tidak terlalu lama diterapkan karena dampaknya ekonomi China akan melambat. Sehingga diperkirakan aktivitas China akan mengalami percepatan karena permintaan yang terpendam dilepaskan. Sementara waktu perubahan kebijakan masih belum pasti, kinerja pasar telah menyoroti betapa sensitifnya investor terhadap tanda-tanda perubahan pendekatan.
Normalisasi ekonomi Tiongkok dapat secara signifikan mengurangi gangguan rantai pasokan yang telah berkontribusi terhadap kenaikan inflasi barang dengan cepat.
"Meskipun rebound pertumbuhan di China juga dapat mendorong permintaan komoditas global, penilaian kami adalah bahwa secara seimbang hal ini merupakan pendorong lain dari penurunan inflasi di 2023," tulis J.P.Morgan dalam risetnya.
Ketiga, Eropa mampu mengatasi krisis energi dengan baik karena pemenuhan cadangan gas untuk dipakai selama musim dingin.
Eropa berhasil mengisi tangki gasnya selama musim panas, sebagian besar menggantikan gas Rusia dengan gas alam cair dari AS. Sejak saat itu, Eropa mengalami keberuntungan dengan musim gugur yang sangat sejuk dan, akibatnya, memasuki tiga bulan musim dingin utama dengan tangki penyimpanan yang hampir penuh. Sehingga tekanan krisis energi berkurang dan dapat menurunkan tingkat inflasi yang disetir oleh lonjakan harga energi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ras/ras)