
Duh! Rupiah Menuju Pelemahan 7 Hari Beruntun

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sudah melemah 6 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS), dan masih belum berakhir. Mata uang Garuda membuka perdagangan dengan menguat tipis 0,13%, tetapi tidak lama langsung berbalik melemah 0,06% ke Rp 15.720/US$, melansir data Refinitiv. Rupiah kini menuju pelemahan 7 hari beruntun.
Tekanan bagi rupiah masih besar, sebab pelaku pasar pada pekan ini akan menanti komentar-komentar dari pejabat elit The Fed.
Tingkat pengangguran di AS sudah mengalami kenaikan, dan inflasi menurun. Beberapa pejabat The Fed sudah mengungkapkan kemungkinan laju kenaikan suku bunga akan dikendurkan.
Namun, ada juga yang masih bersikap hawkish. Presiden The Fed wilayah St. Louis, James Bullard, misalnya yang menyebut kenaikan suku bunga sejauh ini hanya memberikan dampak yang terbatas pada inflasi.
Pasar kembali menebak-nebak, apakah The Fed masih akan terus agresif atau mulai mengendur. Hal ini membuat rupiah sulit menguat, padahal ada kabar baik dari dalam negeri, investor asing mulai masuk lagi ke obligasi Indonesia melalui pasar sekunder.
Pada pekan lalu, Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun mengalami penguatan signifikan, yieldnya turun sebesar 15,7 basis poin menjadi 7,045%.
Yield SBN sudah turun dalam 3 pekan beruntun. Artinya SBN mulai menarik lagi bagi investor, khususnya asing. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, sepanjang bulan ini hingga 15 November, investor asing melakukan pembelian SBN di pasar sekunder senilai Rp 8,8 triliun.
Sepanjang tahun ini rupiah tercatat melemah lebih dari 9%. Bank Indonesia (BI) mengungkap melakukan intervensi yang besar guna menstabilkan nilai tukar rupiah.
"Kami intervensi dalam jumlah yang besar. Cadangan devisa kami turun dari US$ 139,9 miliar menjadi sekitar US$ 130,1 miliar," papar Perry dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (21/11/2022).
Artinya, untuk melakukan intervensi demi stabilitas rupiah, BI menghabiskan cadangan devisa sebesar US$ 8,8 miliar.
Berdasarkan catatan Tim Riset CNBC Indonesia, hingga Oktober cadangan devisa sudah mengalami penurunan 7 bulan beruntun.
Bahkan, jika dilihat sejak mencapai Rekor tertinggi sepanjang masa US$ 146,9 miliar pada September lalu, nilainya sudah turun US$ 16,7 miliar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Penyebab Rupiah Menguat 4 Pekan Beruntun, Terbaik di Asia
