Sudah Melemah 6 Hari Beruntun, Mau Lanjut Lagi Rupiah?
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah 6 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) Senin kemarin.
Tekanan bagi rupiah masih besar pada perdagangan Selasa (22/11/2022), sebab pelaku pasar pada pekan ini akan menanti komenta-komentar dari pejabat elit The Fed.
Tingkat pengangguran di AS sudah mengalami kenaikan, dan inflasi menurun. Beberapa pejabat The Fed sudah mengungkapkan kemungkinan laju kenaikan suku bunga akan dikendurkan.
Namun, ada juga yang masih bersikap hawkish. Presiden The Fed wilayah St. Louis, James Bullard, misalnya yang menyebut kenaikan suku bunga sejauh ini hanya memberikan dampak yang terbatas pada inflasi.
Pasar kembali menebak-nebak, apakah The Fed masih akan terus agresif atau mulai mengendur. Hal ini membuat rupiah sulit menguat, padahal ada kabar baik dari dalam negeri, investor asing mulai masuk lagi ke obligasi Indonesia melalui pasar sekunder.
Pada pekan lalu, Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun mengalami penguatan signifikan, yieldnya turun sebesar 15,7 basis poin menjadi 7,045%.
Yield SBN sudah turun dalam 3 pekan beruntun. Artinya SBN mulai menarik lagi bagi investor, khususnya asing. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, sepanjang bulan ini hingga 15 November, investor asing melakukan pembelian SBN di pasar sekunder senilai Rp 8,8 triliun.
Secara teknikal, area Rp 15.450/US$ terbukti menjadi support kuat yang menahan penguatan rupiah yang disimbolkan USD/IDR.
Ketika menguat Jumat (11/11/2022) lalu, rupiah hanya mampu menguji saja, dan gagal melewatinya. Setelahnya rupiah berbalik merosot 5 hari beruntun pada pekan lalu.
Level tersebut merupakan merupakan Fibonacci Retracement 38,2% dan menjadi 'gerbang keterpurukan' bagi rupiah, selama tertahan di atasnya.
Fibonacci Retracement tersebut ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Rupiah sebelumnya terus tertekan sejak menembus ke atas rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA50).
Indikator Stochastic pada grafik harian kembali masuk wilayah jenuh beli (overbought).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Rupiah kemarin menembus resisten di kisaran Rp 15.700/US$. Selama tertahan di atasnya, ada risiko jika ditembus rupiah berisiko melemah ke Rp 15.750/US$.
Stochastic pada grafik 1 jam, yang digunakan untuk memproyeksikan pergerakan harian, juga berada di wilayah jenuh beli. Sehingga membuka peluang penguatan rupiah.
Sementara jika mampu kembali ke bawah Rp 15.700/US$ dan bertahan di bawahnya, rupiah berpeluang menguat menuju ke Rp 15.660/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)