Dolar AS Tekan Mayoritas Mata Uang di Asia, Rupiah Apa Kabar?
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar sempat menguat kemudian kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga pada pertengahan perdagangan Senin (21/11/2022). Seiring dengan mayoritas mata uang di Asia.
Mengacu pada data Refinitiv, pada pembukaan perdagangan rupiah terapresiasi tipis 0,03% ke Rp 15.680/US$. Kemudian, rupiah berbalik arah dan terkoreksi sebesar 0,1% ke Rp 15.700/US$ pada pukul 11:00 WIB.
Sementara, kinerja indeks dolar AS yang mengukur laju si greenback terhadap enam mata uang lainnya, terpantau menguat 0,24% ke posisi 107,18 dan memulai pekan ini dengan menguat dan tentunya akan menekan pergerakan mata uang lainnya, termasuk rupiah.
Secara year to date (ytd), rupiah terkoreksi 9,1% terhadap dolar AS. Jika dibandingkan dengan kinerja mata uang lain di Asia, rupiah menduduki juara ke-6, di mana posisi tersebut kian tergeser pada bulan sebelumnya.
Meski begitu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo optimis bahwa nilai tukar akan kembali menguat dalam waktu dekat karena fundamental ekonomi dalam negeri secara keseluruhan masih dalam kondisi prima.
"Seluruh indikator fundamental ekonomi Indonesia ini mendukung penguatan nilai tukar rupiah," kata Perry, dalam rilis suku bunga acuan, dikutip Senin (21/11/2022).
Adapun, indikator pertumbuhan ekonomi Indonesia yang hingga kuartal III - 2022 masih mampu tumbuh 5,72 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan kuartal II - 2022 sebesar 5,45 persen.
Kemudian, kondisi neraca pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III - 2022 diperkirakannya pun masih akan mencatatkan kondisi yang surplus, bahkan lebih tinggi dibanding posisi kuartal II - 2022 sebesar US$ 2,4 miliar.
"Transaksi berjalan kita ada surplus. Itu akan mendukung penguatan rupiah," tuturnya.
Permasalahan ini masih lebih disebabkan terus menguatnya indeks dolar. Terutama dipengaruhi agresivitas kebijakan suku bunga bank sentral AS, The Federal Reserve.
"Tapi kami perkirakan puncaknya fed fund rate sebesar 5 persen pada kuartal I-2023 dan tentu saja pada saat itu kita perkirakan menjadi turning point nya (rupiah)," kata dia.
Dari Negeri Paman Sam, pejabat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) Boston Susan Collins mengatakan pada Jumat (18/11) bahwa ia melihat sedikit bukti bahwa inflasi melandai dan memprediksikan bahwa Fed masih akan menaikkan suku bunga acuan pada 14 Desember 2022 sebesar 75 basis poin (bps) untuk mengendalikan inflasi.
"Kami sekarang berada dalam fase di mana peningkatan yang disengaja - semua kemungkinan peningkatan - harus ada di meja saat kami memutuskan apa yang cukup ketat," kata Collins kepada CNBC International.
"Tujuh puluh lima masih ada di atas meja; saya pikir penting untuk mengatakannya juga," tambahnya.
Padahal, di sepanjang tahun ini The Fed telah menaikkan suku bunga acuan yang sangat agresif dan menjadi yang tercepat sejak 1980-an hingga 375 bps, termasuk empat kenaikan berturut-turut 75 bps.
Di Asia, mayoritas mata uang tertekan oleh penguatan dolar AS di pasar spot, di mana hanya dolar Hong Kong dan yen Jepang yang sukses menguat.
Sementara, baht Thailand dan yuan China terkoreksi paling tajam yang masing-masing sebesar 0,53% dan 0,52% di hadapan dolar AS. Disusul oleh rupee India yang melemah 0,3%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf/aaf)