BI Kerek Suku Bunga 50 Bps Lagi, Cek Kurs Rupiah!
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah perlahan memangkas pelemahan melawan dolar Amerika Serikat (AS) setelah Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin.
Rupiah yang sebelumnya menyentuh Rp 15.700/US$, memangkas pelemahan dan berada di Rp 15.675/US$, atau melemah 0,48%.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7 days reverse repo rate sebesar50 menjadi 5,25%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (17/11/2022).
Kenaikan tersebut sesuai dengan hasil polling Reuters, serta survei CNBC Indonesia. Dengan demikian, BI sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 175 bps hanya dalam waktu 4 bulan beruntun. BI juga menaikkan suku bunga dengan cukup agresif, 50 basis poin dalam 3 bulan beruntun.
Kenaikan tersebut bertujuan menurunkan inflasi ke target 3% plus minus 1% di semester I-2023.
"Keputusan kenaikan suku bunga ini sebagai langkah lanjutan secara front loaded, pre emptive dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini masih tinggi dan memastikan inflasi inti kembali ke sasaran 3 plus minus 1% lebih awal yaitu paruh pertama 2023," kata Perry dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur (RDG), Kamis (17/11/2022)
Untuk tahun ini, BI memperkirakan inflasi Indonesia masih tinggi untuk keseluruhan tahun 2022, yakni sebesar 5,9% (year on year/yoy)
Sementara untuk pertumbuhan ekonomi diproyeksikan berada di kisaran 4,5% - 5,3%.
BI menyebut, kinerja perekonomian terus menguat, di mana pada kuartal III-2022, pertumbuhan ekonomi nasional tumbuh di atas 5,7%, lebih tinggi dibandingkan perkiraan.
"Ditopang oleh berlanjutnya permintaan domestik dan kinerja ekspor. Perbaikan ekonomi nasional tercermin juga dari mayoritas lapangan usaha, terutama industri pengolahan transportasi dan pergudangan serta perdagangan besar dan eceran," katanya.
Sementara itu, pada tahun depan BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional tetap tumbuh tinggi didorong oleh konsumsi rumah tangga dan kinerja ekspor yang positif di tengah risiko perekonomian dunia.
(pap/pap)