CNBC Indonesia Research

Krisis FTX Diisukan Sejak Kuartal II, Masih Aman Main Kripto?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
16 November 2022 17:46
Gambar Konten, Cryptocurrency Ambrol

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar kripto yang sempat pulih pada awal bulan ini kini kembali merana karena adanya kabar tidak menggembirakan dari bursa kripto terbesar kedua di dunia yakni FTX yang kini dilanda krisis likuiditas.

Bitcoin pun sempat pulih ke level psikologis US$ 20.000 pada awal bulan ini. Bahkan sempat menyentuh kisaran US$ 21.000. Tak hanya harganya yang sempat pulih, kapitalisasi pasar Bitcoin juga sempat mencapai US$ 400 miliar, di mana hal ini terakhir terlihat sekitar sebulan yang lalu.

Tak hanya Bitcoin saja, Ethereum, yang digadang-gadang sebagai kripto alternatif (altcoin) terbesar di dunia, juga sempat pulih ke level psikologis US$ 1.600 pada awal bulan ini. Kapitalisasi pasar Ethereum juga sempat menembus US$ 200 miliar.

Namun, pemulihan Bitcoin, Ethereum, dan kripto lainnya pada akhirnya tidak berlangsung lama, di mana risiko pasar di kripto masih terjadi yakni krisis likuiditas.

Awal mula krisis likuiditas yang membuat heboh dikalangan investor adalah berasal dari situs berita kripto, CoinDesk pada 2 November lalu melaporkan adanya kebocoran balance sheet Alameda Research, perusahaan afiliasi FTX yang sangat bergantung pada token utilitas FTX, yakni FTX Token (FTT).

Alameda tidak hanya memiliki banyak FTT di neraca, tetapi juga telah menggunakan FTT sebagai jaminan pinjaman. Eksekutif menyangkal hal ini dan mengatakan itu melukiskan gambaran yang tidak lengkap yang tidak mencerminkan lindung nilai (hedging) yang mengimbangi pertukaran yang ada.

Beberapa hari setelah kabar tersebut tersebar, FTT senilai US$ 584 juta ditransfer ke bursa kripto Binance sebagai bagian dari proses likuidasi. CEO Binance Changpeng Zhao kemudian menegaskan ini adalah langkah yang disengaja. Hal tersebut memicu penarikan FTT besar-besaran.

As part of Binance's exit from FTX equity last year, Binance received roughly $2.1 billion USD equivalent in cash (BUSD and FTT). Due to recent revelations that have came to light, we have decided to liquidate any remaining FTT on our books. 1/4

— CZ 🔶 Binance (@cz_binance) November 6, 2022

Di tengah kisruh ini, Caroline Ellison, CEO Alameda menuliskan di akun Twitter-nya menawarkan untuk membeli kembali FTT dengan harga pasar yang berlaku saat itu. Dia juga men-tweet bahwa Alameda Research memiliki aset US$ 10 miliar yang tidak dilaporkan dalam neraca yang bocor.

Kemudian pada 7 November lalu, harga FTT terus menurun dan Alameda mulai menjual token Solana (SOL) untuk menjaga harga FTT di atas US$ 22 per keping.

Sementara itu, Zhao menjual FTT untuk membeli token Binance (BNB). FTX hentikan penarikan aset, namun CEO FTX, Sam Bankman-Fried (SBF) menyatakan jika FTX masih baik-baik saja, aset-aset juga baik-baik saja, yang saat ini tweet-nya sudah dihapus.

Pada Selasa pekan lalu, penurunan FTT makin tak terhindarkan akibat penarikan besar-besaran oleh trader yang memegang token tersebut. Pada akhirnya FTT anjlok 72%.

SBF kemudian meminta bantuan pada Zhao dan pemilik Binance tersebut mengatakan akan mengakuisisi FTX namun perlu melakukan due diligence lebih dulu.

This afternoon, FTX asked for our help. There is a significant liquidity crunch. To protect users, we signed a non-binding LOI, intending to fully acquire https://t.co/BGtFlCmLXB and help cover the liquidity crunch. We will be conducting a full DD in the coming days.

— CZ 🔶 Binance (@cz_binance) November 8, 2022

Dua hari kemudian, Binance pun mengurungkan niatnya untuk mengakuisisi FTX, karena Zhao menilai masalah FTX terlalu besar untuk diatasi. Mulai dari sini, regulator Amerika Serikat (AS) dilaporkan mulai menyelidiki FTX karena masalah likuiditas dan dugaan penyelewengan dana.

Alhasil, setelah Binance batal mengakuisisi FTX, pasar merespons negatif dengan melepas kepemilikannya di kripto, termasuk di Bitcoin dan Ethereum, yang membuat harganya kembali merana, setelah sempat pulih.

SBF pun mengumumkan bahwa Alameda akan menghentikan perdagangan pada hari Kamis sebagai upaya untuk menyelamatkan FTX. Namun, SBF belum menyerah dan masih berusaha untuk mencari cara untuk meningkatkan likuiditas.

Tetapi bagaimanapun, krisis FTX memang sudah sulit untuk ditanggulangi dan terancam dilanda kebangkrutan. FTX masih membutuhkan dana sekitar US$ 9,4 miliar. SBF dilaporkan dalam pembicaraan untuk mengumpulkan uang dari pertukaran saingan OKX dan penerbit stablecoin Tether (USDT).

Dia juga mencari suntikan dana dari investor FTX saat ini, termasuk Sequoia Capital. Dia berhasil mencapai kesepakatan dengan Justin Sun, pendiri jaringan blockchain Tron, untuk memungkinkan pemegang token terkait Tron menarik kepemilikan mereka dari FTX.

Pada 11 November, FTX pada akhirnya mengajukan kebangkrutan Chapter 11. Manajemen FTX juga mengumumkan bahwa SBF mengundurkan diri sebagai CEO.

Meski telah mengajukan kebangkrutan Chapter 11, namun efek krisis FTX diperkirakan masih akan terjadi, di mana salah satu bursa kripto juga terdampak dari masalah FTX, yakni Crypto.com. Namun, dampak ini cenderung tidak langsung.

Belum berakhir kabar krisis FTX, lagi-lagi pasar kripto dikejutkan dengan kabar kurang menggembirakan, di mana Crypto.com menjadi sorotan setelah tidak sengaja salah mengirim 320.000 Ethereum bernilai sekitar US$ 400 juta pada saat itu, ke alamat publik yang terdaftar di pertukaran kripto pesaing nya.

CEO Crypto.com, Kris Marszalek secara langsung mengumumkan kesalahan tersebut melalui Twitter. Catatan Blockchain di Etherscan menunjukkan pada 21 Oktober, Crypto.com mengirimkan jumlah, sekitar 80% dari total cadangan Ethereum-nya kepada pertukaran kripto Gate.io.

Gate.io kemudian mengembalikan jumlah 285.000 Ethereum yang sedikit berkurang, sekitar akibat dari lonjakan Ethereum kecil, pada 29 Oktober. Crypto.com merilis bukti cadangannya sendiri pada 12 November.

"Itu seharusnya dipindahkan ke alamat cold storage baru, tetapi dikirim ke alamat pertukaran eksternal yang masuk daftar putih. Kami bekerja dengan tim Gate dan dana kemudian dikembalikan ke cold storage kami," ujar Marszalek).

Marszalek menambahkan semua dana telah dikembalikan dan saldo dolar di neraca Crypto.com di Gate mencapai jutaan satu digit.

Kepala Penelitian dan Pengembangan CoinMetrics, Lucas Nuzzi mengatakan bahwa penelitiannya menunjukkan Alameda sejatinya telah mengalami krisis pada kuartal II-2022, bersama dengan sejumlah perusahaan kripto lainnya termasuk hedge fund kripto Three Arrows Capital (3AC).

Namun, FTX dan Alameda mengklaim bahwa mereka masih dapat bertahan meski banyak perusahaan kripto terguncang.

Bahkan, FTX masih sempat memberikan bantuan kepada beberapa perusahaan kripto yang dilanda krisis akibat kasus 3AC. Beberapa perusahaan tersebut yakni BlockFi dan Voyager Digital.

Namun, hanya BlockFi saja yang masih bertahan hingga kini, sedangkan Voyager telah mengajukan kebangkrutan pada awal September lalu.

Nuzzi membuat hipotesis yang menarik berdasarkan data on-chain. Alameda disebut bisa bertahan dalam crash kripto yang kedua kalinya saat itu, dipicu oleh kehancuran proyek Terra pada Mei lalu, hanya karena mampu mengamankan pendanaan dari FTX.

Nuzzi menjelaskan bahwa Alameda menggunakan jaminan (collateral) sebesar 173 juta token FTT yang dijaminkan untuk vesting 4 bulan kemudian.

Sebagai informasi, vesting merupakan proses 'memegang', 'mengunci', dan 'melepaskan' suatu token dalam periode waktu tertentu dengan mengandalkan smart contract. Sekitar 173 juta token FTT aktif secara on-chain.

"Saya menemukan bukti bahwa FTX mungkin telah memberikan bailout atau dana talangan besar-besaran untuk Alameda pada kuartal II-2022 yang sekarang kembali menghantui mereka. 40 hari yang lalu, 173 juta native token FTX yaitu FTT senilai lebih dari US$ 4 miliar menjadi aktif secara on-chain," tulis Lucas Nuzzi dalam Twitternya.

Pada 28 September lalu, senilai lebih dari US$ 8,6 miliar FTT dipindahkan secara on-chain. Sejauh ini, perpindahan tersebut adalah pergerakan harian token FTT terbesar dalam keberadaan token itu. Selain itu, juga merupakan salah satu pergerakan harian token standar ERC-20 terbesar yang pernah dicatat oleh CoinMetrics.

CoinMetrics menemukan transaksi aneh yang berinteraksi dengan kontrak dari initial coin offering (ICO) token FTT. Kontrak pada tahun 2019 ini 'secara otomatis' merilis 173 juta FTT dari ICO token itu. Penerima token FTT senilai US$ 4,19 miliar itu disebut tidak lain adalah Alameda Research.

Perwakilan CoinMetrics ini menyebut bahwa Alameda dan FTX secara intrinsik terhubung sejak hari pertama dan Alameda jelas berpartisipasi dalam ICO FTX.

Namun, yang terjadi selanjutnya menarik. Alameda kemudian mengirimkan seluruh saldo tersebut ke alamat kreator token FTT ERC-20, yang disebut dikendalikan oleh seseorang di FTX.

Dengan kata lain, Alameda melakukan auto-vesting token FTT senilai US$ 4,19 miliar hanya untuk segera mengirimkannya kembali ke FTX.

"Inilah yang saya pikir terjadi. Alameda meledak pada kuartal II-2022 bersama dengan 3AC dan perusahaan kripto terdampak lainnya. Alameda hanya bertahan karena mampu mengamankan pendanaan dari FTX menggunakan sebagai collateral 173 juta FTT yang dijaminkan untuk vested 4 bulan kemudian. Setelah diberikan, semua token dikirim kembali sebagai pembayaran," jelas Lucas Nuzzi.

Dia mengingatkan bahwa kontrak vesting ICO FTT itu secara otomatis. Seandainya FTX membiarkan Alameda meledak pada Mei lalu, keruntuhan mereka akan memastikan likuidasi berikutnya dari semua token FTT yang dijadwalkan diberikan pada bulan September 2022. Itu akan sangat buruk bagi FTX. Jadi, mereka harus menemukan cara untuk menghindari skenario ini.

Krisis yang melanda bursa kripto FTX yang membuat pasar kripto kembali merana untuk kesekian kalinya menjadi salah satu risiko yang masih harus dihadapi oleh investor kripto.

Hal ini semakin menguatkan kekhawatiran investor yang baru mengenal dunia investasi, di mana aset kripto masih cenderung belum aman dari faktor eksternal dan volatilitasnya juga terbilang tinggi dibandingkan dengan saham atau aset berisiko lainnya.

Kejatuhan FTX membuat investor yang sebelumnya mulai kembali memburu kripto, kini terpaksa untuk menahan atau bersikap wait and see kembali, hingga kondisi kembali normal.

Investor pun bertanya-tanya apakah investasi di kripto kini masih aman atau tidak.

Dengan masalah yang menghampiri FTX, investor semakin tidak percaya bahwa kripto menjadi investasi yang aman, apalagi, kejatuhan perusahaan kripto sebagian besar merupakan perusahaan besar, sehingga efek dominonya akan cukup terasa.

Menurut CEO Indodax, Oscar Darmawan, menyarankan adanya audit secara menyeluruh terhadap perusahaan-perusahaan kripto, terutama bursa kripto yang sudah terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Audit menyeluruh, menurut Oscar, diperlukan agar tercipta transparansi dan perlindungan kepada para investor kripto di Tanah Air. Ia menilai kebangkrutan FTX tak dipungkiri mempengaruhi ekosistem kripto secara global.

Ia menjelaskan audit yang dimaksud adalah audit exchange secara keseluruhan oleh auditor yang paham cara blockchain berjalan, jadi bukan sekedar pencatatan rupiah.

"Kita perlu melakukan penyamaan inventory kripto dan rupiah yang ada di orderbook dan saldo nasabah," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Selasa, 15 November 2022.

"Artinya, audit tersebut bukan hanya sekedar proof of reserve yang tidak berarti banyak. Namun juga proof of liability, yaitu jumlah total deposit member yang tercatat di dalam exchange," tambah Oscar.

Ia juga menyarankan semua bursa kripto di Indonesia melakukan hal yang sama dan menyarankan Bappebti mewajibkan semua bursa kripto untuk melakukan audit serupa.

Bappebti diharapkan bisa mengeluarkan aturan terbaru yang meminta bursa kripto menunjukkan hasil auditnya dan dilakukan reguler tiap hari jika memang diperlukan.

Dengan adanya laporan terbuka itu, Oscar berharap, semua orderbook, saldo anggota dan inventory akan sesuai dan semuanya ada di Indonesia.

"Dengan semua inventory ada di Indonesia, saya yakin member akan terlindungi," katanya. "Jangan sampai orderbook-nya di negara ini, saldonya ada di third party dan inventory yang ada di Indonesia nya sendiri malah ternyata cuma kecil banget," ujar Oscar.

Pernyataan dari CEO Indodax tersebut menyiratkan bahwa industri kripto perlu diatur atau diregulasi agar pergerakannya dapat dipantau dan tentunya untuk menimalisir potensi fraud.

Namun, banyak pelaku industri tidak setuju bahwa kripto dapat diregulasi, karena sifat dasar kripto sendiri adalah desentralisasi, alias tidak ada pihak yang lebih berhak mengatur kripto selain pelaku industri kripto, apalagi pemerintah suatu negara.

Memang perjalanan regulasi kripto masih cukup jauh karena butuh waktu lama regulator memahami keinginan industri. Tetapi jika kripto tidak diatur, maka potensi tindak kriminal seperti peretasan, penipuan, dan lain-lainnya tidak akan berhenti dan dapat mengancam industri itu sendiri.

Tak hanya berdampak pada industri saja, masyarakat juga akan tidak semakin percaya bahwa kripto dinilai lebih aman dari aset investasi lainnya.

Oleh karena itu, kripto memang perlu diatur agar pelaku industri dan investor memiliki jalur yang benar untuk membentuk atau berinvestasi di kripto. Namun, aturan kripto tentunya sedikit berbeda dengan aset investasi lainnya, agar penggunanya makin nyaman berinvestasi di kripto.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular