
Bursa Asia Dibuka Cenderung Datar, Tenaganya Sudah Habis?

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung beragam pada perdagangan Rabu (16/11/2022), meski sentimen pasar global pada hari ini masih cenderung positif.
Indeks Nikkei 225 Jepang dibuka naik 0,11%, Straits Times Singapura naik tipis 0,07%, dan KOSPI Korea Selatan menguat 0,12%.
Sedangkan untuk indeks Hang seng Hong Kong dibuka merosot 0,97%, Shanghai Composite China turun tipis 0,07%, dan ASX 200 Australia juga turun tipis 0,08%.
Bursa Asia-Pasifik yang cenderung beragam terjadi setelah bank investasi AS, JPMorgan memangkas proyeksi Produk Domestik Bruto (PDB) China pada tahun 2022 dan 2023 sebagai tanggapan terhadap perkembangan pandemi Covid-19 terbaru.
"Hambatan penting pada aktivitas domestik," kata para analis JPMorgan dalam sebuah catatan.
JPMorgan memprediksi PDB China untuk tahun 2022 mencapai 2,9%, turun dari perkiraan sebelumnya sebesar 3,1%. Sedangkan di tahun 2023, JPMorgan melihat ekonomi China tumbuh 4%, juga turun dari prediksi sebelumnya sebesar 4,5%.
Data penjualan ritel dan produksi industri periode Oktober lalu cenderung mengecewakan karena pertumbuhan global melambat dan China masih berjuang melawan pandemi Covid-19.
Selain itu, bervariasinya bursa Asia-Pasifik juga terjadi di tengah cerahnya kembali bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street pada perdagangan Selasa kemarin, setelah laporan lain mengisyaratkan bahwa inflasi bisa melambat lebih cepat, menghidupkan kembali optimisme investor.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup naik 0,147%, S&P 500 menguat 0,87%, dan Nasdaq Composite melesat 1,45%.
Inflasi di tingkat produsen (Indeks Harga Produsen/IHP) di AS naik 0,2% secara bulanan (month-to-month/mtm) untuk periode Oktober, lebih landai dari perkiraan konsensus yang semula mengharapkan kenaikan 0,4%.
Sedangkan secara tahunan (year-on-year/yoy), IHP Negeri Paman Sam pada bulan lalu melandai sedikit menjadi 8%, dari sebelumnya pada September lalu sebesar 8,4%.
Laporan tersebut menjadi data penunjang krusial setelah indeks harga konsumen (IHK) pekan lalu menunjukkan tanda-tanda tekanan inflasi mulai mereda pada bulan lalu, yang berkontribusi pada reli tajam pasar ekuitas AS pada pekan lalu.
"Data IHP tentu menambah lebih banyak bahan bakar bagi investor yang merasa AS mungkin akhirnya berada pada tren penurunan inflasi," kata Mike Loewengart, analis dari Morgan Stanley, dilansir CNCB International.
"Pasar merespons penurunan konsumen minggu lalu dan reaksi awal hari ini tampaknya kurang lebih sama," tambahnya.
Narasi inflasi puncak terlihat mendapatkan daya tarik di antara para investor di pasar, tetapi batasan untuk angkanya masih tinggi bagi bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk dapat berbalik arah secara cepat.
Selain kondisi makro yang mulai membaik di AS, pasar modal juga mendapat dorongan dari jabat tangan antara Presiden China, Xi Jinping dengan Presiden AS, Joe Biden.
Hal ini karena pasar merespons positif pertemuan kedua pemimpin negara ekonomi terbesar dunia tersebut dengan harapan hubungan yang lebih stabil antara AS dan China setelah kepulangan dari KTT G20 di Bali, Indonesia.
Biden dan Xi berusaha untuk menghentikan hubungan bilateral yang kian suram antara Washington dan Beijing, menginstruksikan para pejabat untuk melanjutkan pembicaraan yang macet tentang prioritas global utama.
Meski demikian, kedua negara tersebut juga ikut mengakui adanya sederet ketidaksepakatan mendalam yang dapat mengganggu upaya tersebut.
Biden muncul dari pertemuan tersebut dengan memproyeksikan optimisme namun tetap berhati-hati, dengan China juga mengirimkan sinyal kesediaan baru dari Beijing untuk ikut serta berdiskusi secara aktif dengan AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi
