
3 Sentimen Pasar yang Perlu Menjadi Perhatian Pekan Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan di Indonesia terpantau kurang menggembirakan pekan lalu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan mata uang rupiah terpantau melemah.
Melansir data Refinitiv, dalam sepekan, IHSG tercatat melemah 0,15% ke Rp 7.045,53. IHSG masih mampu bertahan di zona psikologis 7.000 pada pekan ini.
Meski melemah, investor asing tercatat melakukan aksi beli bersih senilai US$ 1,03 triliun di pasar reguler sepanjang pekan ini.
Sedangkan rupiah kembali tak kuat melawan dolar Amerika Serikat (AS) di pekan ini. Rupiah ambles 1,19% secara point-to-point (ptp) ke posisi Rp 15.735/US$.
Pada pekan lalu, sentimen pasar cenderung mengarah ke kebijakan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed). The Fed kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin (bp) menjadi 3,75% - 4%.
Dalam pengumuman tersebut, The Fed menyatakan dalam menentukan kenaikan suku bunga ke depannya akan memperhitungkan seberapa besar kenaikan suku bunga yang sudah dilakukan, efeknya terhadap kegiatan ekonomi dan inflasi, serta perkembangan kondisi perekonomian dan finansial.
Artinya, ke depannya jika inflasi mulai melandai, maka The Fed kemungkinan akan mengurangi agresivitasnya. Tetapi untuk perekonomian, ketua The Fed Jerome Powell dan kolega bisa jadi akan melihat seberapa parah kemerosotan yang akan dialami.
Cara cepat menurunkan inflasi adalah dengan membawa perekonomian memasuki resesi. Saat resesi, demand pull inflation tentunya akan menurun.
Hal ini lah yang dilakukan bank sentral di dunia saat ini, sangat agresif menaikkan suku bunga, walaupun resesi taruhannya. Kontraksi ekonomi akan lebih baik ketimbang inflasi tinggi yang berkepanjangan.
Ketika resesi terjadi dan inflasi akhirnya menurun, maka kebijakan moneter bisa perlahan dilonggarkan guna memacu kembali perekonomian. Hal tersebut akan lebih mudah dilakukan ketimbang menghadapi inflasi yang "mendarah daging".
Namun, ada indikasi beberapa bank sentral tidak ingin mengalami resesi yang terlalu dalam akibat suku bunga tinggi.
Lalu apa sentimen pekan ini yang perlu dicermati oleh pasar?
Dari luar negeri, pertama yakni data inflasi China periode Oktober 2022. Diprediksi inflasi China bakal kembali naik, yakni menjadi 2,6% secara tahunan (year-on-year/yoy). Sedangkan secara bulanan (month-to-month/mtm) diprediksi juga naik menjadi 0,5% pada bulan lalu.
Tak hanya China, inflasi periode Oktober juga akan dirilis di Inggris pada pekan depan, di mana inflasi Negeri Raja Charles III diprediksi masih akan meninggi yakni naik menjadi 8,1% (yoy).
Tak hanya inflasi saja, data pertumbuhan ekonomi Inggris pada kuartal III-2022 juga akan dirilis pekan depan dan menjadi sentimen kedua. Diprediksi, pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) Inggris pada kuartal III-222 akan melandai menjadi 2,3% (yoy).
PDB Inggris menyusut di kuartal II-2022 yakni turun 0,2%, setelah naik 0,4% pada kuartal I-2022.
Ketiga yakni data inflasi Amerika Serikat (AS) periode Oktober 2022 juga akan dirilis pekan depan, tepatnya pada Kamis pekan depan.
Diperkirakan, inflasi AS pada bulan lalu kembali sedikit melandai menjadi 7,9%, dari sebelumnya pada September lalu sebesar 8,2%. Pada basis bulanan, inflasi diproyeksikan naik 0,5%.
Data inflasi AS ini akan menjadi acuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk menentukan langkah selanjutnya dari kebijakan moneter.
Sementara itu dari Indonesia, beberapa data ekonomi penting juga akan dirilis pekan depan. Salah satunya yakni data PDB pada kuartal III-2022.
PDB Indonesia pada kuartal III-2022 diprediksi menembus 5,60% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan kuartal II-2022.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 14 institusi juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai 1,66% dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/qtq).
Sebagai catatan, ekonomi Indonesia tumbuh 5,44% (yoy) dan 3,72% (qtq) pada kuartal II-2022. Pada kuartal I-2022, ekonomi Indonesia tumbuh 5,01% (yoy) tetapi terkontraksi 0,95% (qtq).
Hasil polling sejalan dengan proyeksi dari Bank Indonesia (BI) dan pemerintah. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2022 akan menembus 5,7% sementara BI memproyeksikan pertumbuhan di atas 5,5%.
Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data pertumbuhan ekonomi kuartal III-2022 pada Senin (7/11/2022).
Sejumlah lembaga/institusi yang disurvei menjelaskan tingginya pertumbuhan ekonomi pada Juli-September 2022, salah satunya karena rendahnya basis perhitungan pada kuartal III-2021.
Ekonomi domestik hanya tumbuh 3,51% (yoy) pada Juli-September tahun lalu setelah Indonesia diterjang badai Covid-19 varian Delta. Pemerintah bahkan harus menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat pada awal Juli sehingga ekonomi nyaris berhenti.
Tak hanya data PDB pada kuartal III-2022, data penting lainnya juga akan dirilis di dalam negeri pada pekan depan, yakni data cadangan devisa (cadev), data penjualan ritel, dan data indeks keyakinan konsumen (IKK)
Selain itu, agenda penting yang akan terjadi di RI adalah perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada 15-16 November 2022.
G20 merupakan forum kerja sama ekonomi internasional yang terdiri dari 19 negara dan 1 lembaga Eropa. Meski presidensi G20 di Indonesia telah dimulai pada awal tahun ini, tetapi puncaknya akan diselerenggarakan pada pekan depan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Laporan Satu Bank Gede Dinanti Pasar, Arah IHSG ke Mana?