Top! RI Kian Jauh Dari 'Hantu' Resesi, Ini Bukti Terbarunya..

Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia saat ini sedang dihantui resesi pasca pandemi Covid-19 dan juga ketegangan geopolitik global. Namun, hal itu kemungkinan besar tidak akan terjadi di Indonesia.
Dalam sebuah pernyataan, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan ekonomi Indonesia akan tumbuh 4%-5% tahun depan.
"Kita punya optimisme, ekonomi kita masih akan terus tumbuh, di tengah negara maju banyak yang sudah mengatakan kita siap masuk resesi. Di regional mungkin Indonesia termasuk sedikit negara yg tumbuh pada kisaran 4-5%," paparnya dalam acara GNPIP, dikutip Sabtu (5/11/2022).
Jika mengacu pada ramalan Dana Moneter Internasional (IMF), Indonesia sendiri masih berpeluang tumbuh 5,3% tahun ini dan sedikit melambat menjadi 5% pada tahun depan. Pertumbuhan ini jauh di atas China dan AS.
China diperkirakan mengalami tumbuh 3,2% pada 2022 dan sedikit meningkat sebesar 4,4% pada 2023. Sementara itu, AS akan tumbuh 1,6% pada 2022 dan kemudian turun menjadi 1% pada 2023.
Salah satu yang mendukung proyeksi tersebut adalah sektor manufaktur Indonesia yang terus menunjukkan ekspansi. Industri pengolahan merupakan penyumbang produk domestik bruto (PDB) terbesar berdasarkan lapangan usaha, kontribusinya hampir 18% di kuartal II-2022.
S&P Global pada Selasa (1/11/2022) pagi melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur Indonesia tumbuh 51,8 pada Oktober. Meski turun cukup dalam dari bulan sebelumnya 53,7 tetapi masih berada di atas 50. Angka di atas 50 artinya ekspansi, sementara di bawahnya adalah kontraksi.
Jika dilihat lebih detail, laporan S&P global menyatakan tingkat keyakinan bisnis naik ke level tertinggi sejak Maret. Hal ini tentunya menjadi kabar yang sangat bagus di tengah isu resesi dunia, nilai tukar rupiah yang terpuruk dan Bank Indonesia (BI) yang terus mengerek suku bunga acuannya dalam 3 bulan beruntun sebesar 125 basis poin menjadi 4,75%.
Saat suku bunga acuan naik, berisiko menghambat ekspansi dunia usaha, sebab suku bunga kredit, baik investasi maupun modal kerja, akan mengalami kenaikan.
Kenaikan tingkat keyakinan bisnis dalam kondisi tersebut memberikan harapan ekspansi sektor manufaktur akan terus berlanjut. "Tingkat keyakinan usaha manufaktur terus menunjukkan peningkatan hingga mencapai level tertinggi sejak Maret. Perusahaan berharap kondisi ekonomi akan membaik yang bisa mendorong penjualan. Selain itu, dunia usaha juga terus menambah input dan merekrut tenaga kerja di awal kuartal IV-2022 yang merefleksikan ekspektasi positif terkait output ke depannya," kata Jingyi Pan, Economic Associate Director di S&P Global Market Intelligence.
Perekrutan tenaga kerja memang terus dilakukan, tetapi berada di level terendah sejak Mei. Sementara itu tekanan inflasi dilaporkan mereda. Hal ini tentunya menjadi kabar baik.
Kenaikan harga memang masih terjadi, tetapi sudah melandai ketimbang September. Selain itu meredanya tekanan inflasi juga terkonfirmasi oleh laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia.
Kemarin, BPS melaporkan inflasi Indonesia pada Oktober 2022 mencapai 5,71% secara year on year (yoy), lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yaitu 5,95%.
"Inflasi di Oktober ini terlihat mulai melemah. Pada Oktober 2022 terjadi inflasi sebesar 5,71%," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa (Disjas) BPS, Setianto, dalam konferensi pers, Selasa (1/11/2022).
Setianto mengemukakan laju inflasi nasional saat ini masih jauh lebih baik dibandingkan negara lainnya, terutama negara G-20.
Selain itu inflasi AS, lanjut Setianto, mencapai 8,2%, Jerman mencapai 10%, dan Turki menembus 83,5%. Sementara itu, inflasi di Korea Selatan mencapai 5,6%, dan Jepang menembus 16,8% khusus inflasi di sektor energi. "Secara global, tekanan inflasi masih cukup tinggi di negara G20," kata Setianto.
Inflasi menjadi faktor yang paling penting untuk dikendalikan saat ini. Sebab, terkait dengan daya beli masyarakat. Semakin tinggi inflasi maka daya beli masyarakat akan menurun, dan berdampak ke pertumbuhan ekonomi.
Belanja rumah tangga merupakan penyumbang PDB terbesar berdasarkan pengeluaran, pada kuartal II-2022 kontribusinya lebih dari 51%.
Dengan inflasi yang bisa dikendalikan, maka perekonomian yang terus tumbuh dan semakin menjauhi resesi. Detail laporan BPS menunjukkan inflasi inti mengalami kenaikan menjadi 3,31% (yoy) dari sebelumnya 3,21%.
Sementara itu, untuk harga yang diatur pemerintah, terjadi kenaikan menjadi 13,28% akibat kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Penurunan signifikan ada pada harga bergejolak menjadi 7,19%, sehingga mampu meredam inflasi tahunan Indonesia.
"Komponen harga bergejolak 7,19% mengalami penurunan dibandingkan September 9,02%," tambah Setianto.
[Gambas:Video CNBC]
Kapan Resesi Amerika Bakal Terjadi? Simak Prediksi Elon Musk
(pgr/pgr)