
RI Makin Jauh Dari Resesi, Rupiah Kok Melemah Lagi?

Jakarta, CNBCÂ Indonesia -Â Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Rabu (2/11/2022), padahal ada kabar baik dari dalam negeri.
Melansir dataRefintiv, rupiah melemah 0,12% ke Rp 15.644/US$ begitu perdagangan pasar spot dibuka. Jika tidak mampu bangkit hingga penutupan perdagangan nanti, maka rupiah akan membukukan pelemahan 3 hari beruntun.
Kabar baik datang dari S&P Global pada Selasa (1/11/2022), melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur Indonesia tumbuh 51,8 pada Oktober. Meski turun cukup dalam dari bulan sebelumnya 53,7 tetapi masih berada di atas 50.
Angka di atas 50 artinya ekspansi, sementara di bawahnya adalah kontraksi.
Jika dilihat lebih detail, laporan S&P global menyatakan tingkat keyakinan bisnis naik ke level tertinggi sejak Maret. Hal ini tentunya menjadi kabar yang sangat bagus di tengah isu resesi dunia, nilai tukar rupiah yang terpuruk dan Bank Indonesia (BI) yang terus mengerek suku bunga acuannya dalam 3 bulan beruntun sebesar 125 basis poin menjadi 4,75%.
Saat suku bunga acuan naik, berisiko menghambat ekspansi dunia usaha, sebab suku bunga kredit, baik investasi maupun modal kerja, akan mengalami kenaikan.
Kenaikan tingkat keyakinan bisnis dalam kondisi tersebut memberikan harapan ekspansi sektor manufaktur akan terus berlanjut. Industri pengolahan merupakan penyumbang produk domestik bruto (PDB) terbesar bedasarkan lapangan usaha, kontribusinya hampir 18% di kuartal II-2022.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi Indonesia pada Oktober 2022 mencapai 5,71% secara year on year (yoy), lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yaitu 5,95%.
"Inflasi di Oktober ini terlihat mulai melemah. Pada Oktober 2022 terjadi inflasi sebesar 5,71%," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa (Disjas) BPS, Setianto dalam konferensi pers, Selasa (1/11/2022).
Inflasi menjadi faktor yang paling penting untuk dikendalikan saat ini. Sebab, terkait dengan daya beli masyarakat. Semakin tinggi inflasi maka daya beli masyarakat akan menurun, dan berdampak ke pertumbuhan ekonomi.
Belanja rumah tangga merupakan penyumbang PDB terbesar berdasarkan pengeluaran, pada kuartal II-2022 kontribusinya lebih dari 51%.
Meski banyak kabar baik, tetapi rupiah masih kesulitan menguat. Sebab ada, bank sentral AS (The Fed) yang akan mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis (3/11/2022) dini hari waktu Indonesia.
Bank sentral paling powerful di dunia ini diperkirakan akan kembali menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin menjadi 3,75% - 4%.
Bahkan, berdasarkan data dari perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat ada probabilitas sebesar 47% suku bunga The Fed berada di level 4,75% - 5% pada Februari 2023.
Namun, pasar tentunya juga menanti kejutan. Tidak menutup kemungkinan The Fed mengendurkan laju kenaikan suku bunganya seperti yang dilakukan bank sentral Australia dan Kanada.
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
