Kecuali Nikkei-Shanghai, Bursa Asia Ditutup Bergairah Lagi

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
27 October 2022 18:55
Passersby are reflected on an electronic board showing the exchange rates between the Japanese yen and the U.S. dollar, the yen against the euro, the yen against the Australian dollar, Dow Jones Industrial Average and other market indices outside a brokerage in Tokyo, Japan, August 6, 2019.   REUTERS/Issei Kato
Foto: Bursa Tokyo (REUTERS/Issei Kato)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik ditutup di zona hijau pada perdagangan Kamis (27/10/2022), di tengah munculnya isu bahwa bank sentral Amerika Serikat (AS) mulai memperlambat laju kenaikan suku bunga acuannya.

Indeks Hang Seng Hong Kong ditutup menguat 0,72% ke posisi 15.427,94, Straits Times Singapura bertambah 0,23% ke 3.015,24, ASX 200 Australia tumbuh 0,5% ke 6.845,1, KOSPI Korea Selatan melonjak 1,74% ke 2.288,78, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir terapresiasi 0,68% menjadi 7.091,76.

Namun untuk indeks Nikkei 225 Jepang dan Shanghai Composite China ditutup melemah pada hari ini. Nikkei 225 ditutup melemah 0,32% ke posisi 27.345,24 dan Shanghai berakhir terkoreksi 0,55% menjadi 2.982,9.

Dari Korea Selatan, laju ekonomi pada kuartal III-2022 terpantau melambat. Bank sentral Korea Selatan (Bank of Korea/BoK) menyebut pertumbuhan ekonomi Negeri Ginseng hanya 0,3% pada kuartal III-2022 dibandingkan kuartal sebelumnya. Laju pertumbuhan tersebut merupakan yang paling lambat sejak setahun terakhir.

Dilansir Reuters, laju ekonomi melambat karena kinerja ekspor yang buruk. Hal ini menjadi peringatan ekonomi Negeri Ginseng masih menghadapi tantangan.

Pada kuartal II-2022, laju ekonomi Korea Selatan tumbuh 0,7%. Kendati demikian, kinerja ekonomi Juli-September 2022 masih di atas ekspektasi para analis dalam survei Reuters yang sebesar 0,1%.

Namun secara basis tahunan (year-on-year/yoy), Produk Domestik Bruto (PDB) Korea Selatan pada kuartal III-2022 tumbuh 3,1%, lebih baik dari periode kuartal III-2021 yang tumbuh 2,9% dan juga lebih tinggi dari perkiraan pasar yang tumbuh 2,5%.

Ekspor Korea Selatan menyeret ekonomi turun 1,8%, karena impor tumbuh jauh lebih cepat daripada ekspor. Hal tersebut mengimbangi konsumsi swasta yang terpendam dan investasi perusahaan dalam fasilitas produksi setelah sebagian besar pembatasan Covid-19 dihapus.

Data tersebut muncul di tengah spekulasi pasar bahwa BoK mulai mempertimbangkan untuk memperlambat laju pengetatan kebijakan moneter, setelah menaikkan suku bunga hingga 250 basis poin (bp) sejak Agustus tahun lalu.

BoK menaikkan suku bunga lebih besar dari biasanya yakni 50 bp pada awal bulan ini dan menandai lebih banyak lagi yang akan datang, tetapi pemungutan suara terpisah mendorong beberapa komentar bahwa BoK dapat memoderasi laju pengetatan di masa depan.

Sementara itu dari China, data keuntungan industri periode September 2022 turun 2,3% dari periode yang sama tahun lalu, menurut data resmi Biro Statistik Nasional (NBS).

Penurunan tersebut sedikit lebih curam dari penurunan 2,1% yang dilaporkan untuk periode Agustus lalu.

Sedangkan, laba di perusahaan manufaktur turun 13,2% dalam sembilan bulan pertama tahun ini.

Di lain sisi, emiten teknologi Korea Selatan, Samsung Electronics melaporkan penurunan laba sebesar 31,39% di kuartal III-2022 menjadi 10,85 triliun won (US$ 7,67 miliar), dari sebelumnya sebesar 15,8 triliun won pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Samsung sebelumnya merilis pendapatan operasional awal dan memperkirakan laba operasionalnya turun 32%.

Saham Samsung Electronics awalnya turun 0,7%. Namun tak lama setelah rilis pendapatan, sahamnya langsung ambles. Namun di akhir perdagangan hari ini, saham Samsung ditutup naik -0,17%.

Bursa Asia-Pasifik yang masih cenderung positif terjadi di tengah isu bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) mulai memperlambat laju kenaikan suku bunga acuannya.

Pejabat The Fed dikabarkan mulai terbelah mengenai kebijakan moneter mereka. Sebagian dari pejabat The Fed menginginkan pelonggaran kebijakan moneter mulai Desember tetapi sebagian lainnya tetap ingin melanjutkan kebijakan hawkish.

Wall Street Journal (WSJ) pekan lalu melaporkan adanya "perpecahan" tersebut. Seluruh pejabat The Fed sepakat dan tidak ada keraguan jika mereka ingin tetap menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bp) pada pertemuan 1-2 November mendatang.

Artinya, kebijakan suku bunga acuan The Fed kemungkinan naik sebesar 75 bp selama empat pertemuan beruntun setelah kenaikan 75 bp pada Juni, Juli, dan September.

Beberapa pejabat The Fed secara terang-terangan juga sudah mengemukakan perbedaan pendapatnya.

Presiden The Fed San Francisco, Mary Daly adalah salah satu pejabat yang menyuarakan keinginan agar The Fed bisa melonggarkan kebijakan hawkish-nya. Menurutnya, pelonggaran kebijakan diperlukan untuk mencegah ekonomi AS melambat lebih dalam.

Namun sebaliknya, Presiden The Fed Chicago, Charles Evans adalah salah satu pejabat yang tetap menginginkan keberlanjutan kebijakan hawkish. Dia menginginkan suku bunga acuan bisa dinaikkan hingga 4,5% pada tahun depan untuk kemudian ditahan.

Sebagai catatan, The Fed sudah menaikkan suku bunga acuan sebesar 300 bp pada tahun ini ke kisaran 3.0-3,25%.

Sementara itu, investor di global menanti rilis data PDB AS periode kuartal III-2022 pada malam hari ini waktu Indonesia. PDB AS diprediksi akan tumbuh 2% di kuartal III-2022. Artinya, Negeri Paman Sam akan lepas dari resesi.

PDB AS sebelumnya mengalami kontraksi dua kuartal beruntun, sehingga secara teknis disebut mengalami resesi.

Pertumbuhan yang terjadi di kuartal III-2022 tidak serta merta akan disambut baik oleh pelaku pasar. Apalagi jika pertumbuhan tersebut lebih tinggi dari ekspektasi.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular