CNBC Indonesia Research

Good News! Ada Tanda Berakhirnya Kenaikan Suku Bunga Agresif

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Kamis, 27/10/2022 15:35 WIB
Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Inflasi tinggi yang melanda di berbagai negara membuat bank sentralnya agresif menaikkan suku bunga, meski terpuruknya perekonomian menjadi taruhannya.

Maklum saja, jika inflasi sampai mendarah daging, maka dampaknya akan jauh lebih buruk ketimbang resesi.

Inflasi di Amerika Serikat (AS) berada di dekat level tertinggi dalam 40 tahun terakhir, begitu juga dengan Inggris, Kanada 39 tahun, dan zona euro di rekor tertinggi sepanjang masa.


Bank sentral negara-negara tersebut sangat agresif dalam menaikkan suku bunga. Bank sentral AS (The Fed) dan bank sentral Kanada (Bank of Canada/BoC) menjadi yang paling agresif.

The Fed di bawah pimpinan Jerome Powell sudah menaikkan suku bunga sebesar 300 basis poin menjadi 3% - 3,25%. BoC Lebih tinggi lagi, kini sudah 3,5%.

Hingga saat ini, BoC tercatat sudah ada 6 kali kenaikan, bahkan pada Juli lalu sebesar 100 basis poin dan September 75 basis poin.

Kenaikan terakhir dilakukan Rabu kemarin sebesar 50 basis poin. Yang menarik, BoC menaikkan suku bunga di bawah ekspektasi pasar sebesar 75 basis poin.

BoC bahkan mengatakan, periode kenaikan suku bunga sebentar lagi akan berakhir, sebab perekonomiannya diperkirakan akan stagnan dalam 3 kuartal ke depan.

"Periode pengetatan moneter hampir selesai. Kita sudah dekat, tetapi belum sampai," kata Gubernur BoC, Tiff Macklem, dalam konferensi pers sebagaimana dilansir Reuters, Rabu (26/10/2022).

Macklem mengatakan seberapa tinggi suku bunga akan tergantung dari dampak yang diberikan, seberapa besar kebijakan moneter mampu meredam demand, bagaimana masalah supply diselesaikan serta inflasi dan ekspektasi inflasi merespon kebijakan tersebut.

"Kami memperkirakan suku bunga akan kembali dinaikkan. Itu berarti bisa lebih besar dari kenaikan normal, atau bisa juga dengan kenaikan normal 25 basis poin," ujar Macklem.

Langkah BoC tersebut tentunya memberikan harapan The Fed juga mulai mengendurkan laju kenaikan suku bunganya.

Apalagi sebelumnya Wall Street Journal (WSJ) melaporkan beberapa pejabat The Fed mulai mengisyaratkan keinginan mereka untuk memperlambat laju kenaikan segera.

"Artikel Wall Street Journal yang menyebutkan laju kenaikan suku bunga sedang dipertimbangkan oleh para pelaku pasar," kata Daniel Ghali, ahli strategi komoditas di TD Securities, dikutip dari Reuters Jumat lalu.

Presiden The Fed San Francisco Mary Daly adalah salah satu pejabat yang menyuarakan keinginan agar The Fed bisa mengendurkan laju kenaikan suku bunga.Menurutnya, pelonggaran kebijakan diperlukan untuk mencegah ekonomi AS melambat lebih dalam.

"Pasar sudah mem-priced in kenaikan 75 bps lagi. Namun, saya ingin mengingatkan jika kenaikan suku bunga sebesar 75 bps tidak akan selamanya. Kita harus memastikan untuk tidak mengetatkan kebijakan terlalu ketat.Perang, perlambatan ekonomi Eropa, dan kenaikan suku bunga global akan berdampak ke ekonomi AS," tuturDaly, berbicara dalam sebuah pertemuan yang diselenggarakan Universitas Berkeley California, seperti dikutip dari Reuters.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Tekanan Bagi Rupiah Bakal Mereda?


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Beda Arah "Jurus" Bank Sentral Dunia Atasi Ketidakpastian Dunia

Pages