Rupiah Ditutup Menguat Rp 15.569/US$! Semoga Terus Berlanjut

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
Rabu, 26/10/2022 15:35 WIB
Foto: Petugas menhitung uang asing di penukaran uang DolarAsia, Blok M, Jakarta, Senin, (26/9/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah berhasil mencatatkan penguatan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (26/10/2022), penguatan terjadi setelah dolar AS terpantau melemah sore ini.

Mengacu pada data Refinitiv, Rupiah menguat pada pembukaan perdagangan pasar sebanyak 0,31% ke Rp 15.570/US$. Pada pukul 11:00 WIB, rupiah memangkas penguatannya menjadi hanya 0,18% ke Rp 15.592/US$.

Pada penutupan perdagangan rupiah tembus ke Rp 15.569/US$ menguat 0,33% di pasar spot. Meskipun mencatatkan penguatan, rupiah masih berada pada level tertingginya dalam 2,5 tahun terakhir.


Penguatan terjadi setelah indeks dolar AS yang mengukur pergerakan dolar AS terhadap enam mata uang lainnya terpantau melemah 0,66% ke posisi 110,21 sore ini dan kian menjauhi rekor tertingginya selama dua dekade pada September 2022 lalu.

Di sisi lain, ada analis yang masih ragu apakah hal tersebut menunjukkan tanda-tanda melemahnya dolar AS.

"Saya masih ragu apakah kita dapat mengatakan kita telah melihat puncak dolar AS, tetapi bukti perlambatan sedang dibangun," tutur Kepala Strategi FX di National Australia Bank Ray Attrill dikutip Reuters.

Tak bisa terhindarkan, saat ini pasar keuangan Indonesia masih terus berhadapan dengan ketidakpastian global. Melansir Refinitiv, per hari ini, Mata Uang Garuda telah terkoreksi 9% secara year to date terhadap dolar AS.

Pada kebijakan Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga hingga hari ini belum mampu mendongkrak kinerja mata uang Garuda.

Fenomena penguatan ataustrongdolar Amerika Serikat (AS) terhadap mata uang seluruh dunia terus-terusan menjadi-jadi.Pasar khawatir jika dolar AS masih berpotensi menguat di pasar spot, tentunya akan kian menekan laju pergerakan mata uang diemerging market, tak terkecuali rupiah.

Apalagi, jika melihat prediksi ekonom ke depan yang memperkiakan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 bps pada pertemuan selanjutnya di November 2022 dan akan mengirim tingkat suku bunga Fed menjadi 3,75%-4%.

Selain menaikkan suku bunga, the Fed juga agresif menarik dolar AS yang ada di sistem keuangan mereka.Rencananya, Fed akan menyedot lebih dari US$ 522 miliar uang dari sistem keuanganASsampai akhir 2022, dan lebih dari US$ 1,1 triliun di akhir 2023.

Pada Selasa (25/10), Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) AS per Oktober 2022 menunjukkan penurunan dari 107,8 menjadi 102,5 jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Posisi tersebut juga berada di bawah dari ekspektasi analis Reuters yang memproyeksikan IKK berada di 106,5.

Namun, posisi IKK di atas 100 masih menandakan bahwa masyarakat optimis terhadap perekonomian AS selama enam bulan ke depan, meskipun posisi tersebut kian melandai.

Jika IKK terus melandai maka, menandakan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap ekonomi kian menurun, ketika masyarakat mulai tidak optimis maka dapat menurunkan daya beli.

Apalagi, PDB AS sangat dipengaruhi oleh daya beli masyarakat, di mana berkontribusi sebanyak 80% dari PDB AS. Sehingga, ketika daya beli masyarakat menurun, berpotensi menurunkan PDB AS.

Survei terbaru yang dilakukan Wall Street Journal terhadap para ekonom menunjukkan sebanyak 63% memprediksi Amerika Serikat akan mengalami resesi 12 bulan ke depan. Persentase tersebut naik dari survei bulan Juli sebesar 49%.

Artinya, AS belum bisa lepas dari tekanan. Risiko Negeri Paman Sam akan mengalami double dip recession. Jika tekanan masih menyelimuti dari negeri Paman Sam ini, maka akan merembet ke negara lainnya, sebab semua bank sentral sedang agresif menaikkan suku bunga guna meredam inflasi. Alhasil, dolar AS yang menyandang status safe havenakan menjadi primadona.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aum/aum)