
Kata Indikator Ini, Ekonomi RI Makin Suram dan Kontraksi

Jakarta, CNBC Indonesia - Perekonomian Indonesia tahun ini menuju titik yang lebih suram setelah mencapai titik puncak tertingginya pada Maret lalu.
Hal ini tampak pada CEIC Leading Indicator yang turun selama enam bulan berturut-turut, menjadi 94.38 pada September lalu dari 99.11 di bulan Agustus. Index juga menunjukkan perekonomian Indonesia mengalami kontraksi karena berada di bawah angka 100.
CEIC Leading Indicator adalah sebuah indikator prediksi situasi ekonomi keluran CEIC berdasarkan gabungan sejumlah data penting dalam negeri sepertiinflasi, pasar finansial, moneter, pasar tenaga kerja, konstruksi, perdagangan hingga industri.
Salah satu yang menjadi pemicunya adalah penurunan harga komoditas yang membuat kinerja ekspor Indonesia tertekan. Harga minyak kelapa sawit memang turun pada September, rerata US$ 1,078.5 per ton di September, turun 44% dari puncak harga di Maret.
Ini juga terkonfirmasi pada catatan ekspor nonmigas bulan September lalu yang turun 10,31% dibanding Agustus 2022, menjadi US$23,48 miliar. Meskipun, secara tahunan naik 19,26%.
Hal yang sama juga dikonfirmasi secara moneter, dimana terjadi perlambatan likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) pada September 2022.
Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan posisi M2 pada bulan lalu tercatat sebesar Rp7.962,7 triliun atau tumbuh 9,1% (yoy), setelah tumbuh sebesar 9,5% (yoy) pada Agustus 2022.
Outlook Suram 2013
Penurunan harga dan permintaan komoditas dunia berbahaya bagi Indonesia. Ini membahayakan kantong penerimaan negara yang selama ini cukup mengandalkan penerimaan dari sektor komoditas. Berikut fakta-fakta penurunan harga komoditas utama Indonesia.
Harga batu bara, yang menjadi primadona sekarang misalnya, pada kontrak Newcastle sudah mulai melandai dari puncak tertingginya, US$458 pe ton pada awal September lalu. Saat ini sudah turun sekitar 15% ke harga US$390.
Prediksi Fitch Solutions harga batu bara juga turun mulai tahun depan, dari rerata estimasi tahun ini US$320 per ton, menjadi anljok ke US$280 pada 2023 dan US$250 pada 2024.
Masa depan harga minyak sawit lebih buram. Berada dalam tren penurunan tajam dari level tertinggi sepanjang masa di atas 7.000 ringgit Malaysia per ton pada akhir April lalu, kini nyaris tinggal separuhnya MYR4.253 per ton.
Prediksi yang dimuat trending economics menunjukkan harganya akan terus melandai hingga akhir 2013 menjadi di kisaran MYR3.000.
Demikian pula harga timah, perlahan menjauh dari level tertinggi US$50.000 per ton pada Maret tahun ini, terus menerus turun ke level di bawah US$20.000 per ton sekarang. Tren pelemahan ini diperkirakan juga akan terus berlanjut.
Sementara tembaga juga mengalami nasib yang sama. Harganya melorot dari level tertinggi, nyaris US$11.000 per ton pada Maret lalu kini nyungsep US$7.400-an per ton.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mum/mum)
