
IHSG Sesi I Menghijau, Ternyata Gara-Gara Ini!

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir di zona hijau pada penutupan perdagangan sesi I Senin (24/10/2022) mengekor hijaunya bursa saham Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat. Dengan ini, IHSG kembali mendekati level psikologis 7.100. Mampukah IHSG catat penguatan 6 hari beruntun?
Indeks acuan Tanah Air dibuka menguat 0,27% di posisi 7.036,51 dan ditutup menguat dengan apresiasi 0,85% atau 59,77 poin, ke 7.077,54 pada penutupan perdagangan sesi pertama pukul 11:30 WIB. Nilai perdagangan tercatat turun ke Rp 7,12 triliun dengan melibatkan lebih dari 15 miliar saham yang berpindah tangan 769 kali.
Sejak perdagangan dibuka IHSG sudah berada di zona hijau. Selang 5 menit kemudian indeks terpantau melanjutkan penguatan 0,6% ke 7.060,25. Pukul 10:30 WIB IHSG terpantau masih menghijau dengan apresiasi 0,87% ke 7.078,94 dan konsisten berada di zona hijau hingga penutupan perdagangan sesi I.
Level tertinggi berada di 7.092,17 sekitar pukul 10:15 WIB, sementara level terendah berada di 7.036,51 sesaat setelah perdagangan dibuka. Mayoritas saham siang ini terpantau mengalami kenaikan.
Statistik perdagangan mencatat ada 326 saham yang menguat dan 192 saham yang mengalami penurunan, serta sisanya sebanyak 163 saham stagnan.
Saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya siang ini, yakni mencapai Rp 488,7 miliar. Sedangkan saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menyusul di posisi kedua dengan nilai transaksi mencapai Rp 420,9 miliar dan saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) di posisi ketiga sebesar Rp 395,7 miliar.
Bursa saham Amerika Serikat (AS) pada perdagangan akhir pekan lalu berakhir di zona hijau. Dengan begitu, Wall Street mampu mencatat kinerja mingguan terbaik sejak Juni. Pada Jumat (21/10/2022) pekan lalu, ketika indeks utama bahkan melesat lebih dari 2%.
Indeks Dow Jones memimpin penguatan sebesar 2,5% le 31.082,56, disusul S&P 500 sebesar 3,4% ke 3.752,75, dan Nasdaq 2,3% ke 10.859,72.
Namun pergerakan Wall Street ini mesti diwaspadai, meskipun menghijau, ebound tersebut tidak akan bertahan lama. Kalaupun berlanjut di pekan ini, diperkirakan hanya satu atau dua hari saja.
Apalagi penguatan tersebut terjadi setelah Wall Street Journal (WSJ) melaporkan beberapa pejabat The Fed mulai mengisyaratkan keinginan mereka untuk memperlambat laju kenaikan segera.
"Artikel Wall Street Journal yang menyebutkan laju kenaikan suku bunga sedang dipertimbangkan oleh para pelaku pasar," kata Daniel Ghali, ahli strategi komoditas di TD Securities, dikutip dariReuters.
Presiden The Fed San Francisco, Mary Daly mengatakan bahwa The Fed harus menghindari menempatkan ekonomi AS ke dalam "penurunan paksa" dengan pengetatan yang berlebihan. Ia menambahkan bahwa The Fed mendekati titik di mana laju kenaikan suku bunga harus diperlambat.
Berdasarkan data dari perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat suku bunga The Fed berada di level 4,75% - 5% pada Februari 2023.
Sentimen yang patut dicermati datang dari China, data pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) China diperkirakan akan dirilis pada Rabu (26/10/2022) setelah ditundas pekan ini.
Tidak ada penjelasan dari Biro Statistik Nasional China (NBS) kenapa dilakukan penundaan dan sampai kapan. Yang pasti, penundaan tersebut terjadi saat Kongres Partai Komunis China berlangsung.
Penundaan tanpa alasan tersebut membuat investor was-was, sebab perekonomian China sedang diliputi 'kegelapan'.
Sentimen eksternal terkait inflasi yang kian meninggi, pengetatan likuiditas, hingga konflik geopolitik Ukraina dan Rusia membuat ekonomi dunia kian terjerumus dalam jurang kehancuran. Isu resesi ekonomi global menjadi 'momok' menyeramkan bagi seluruh negara di dunia. Termasuk Indonesia.
Di sisi lain, Indonesia tampaknya sedikit lega karena IMF memperkirakan ekonomi Indonesia tetap tumbuh hingga 5,3% tahun ini dan 5% pada 2023.
Namun perlemahan rupiah akhir-akhir ini dan inflasi yang kembali menanjak akan membuat Bank Indonesia (BI) kemungkinan akan masih melanjutkan periode kenaikan suku bunga. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pun terancam mengalami pelambatan.
Sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 21-22 Oktober 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 50 bps menjadi 4,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 4%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 5,5%.
Untuk kali pertama dalam sejarah, BI menaikkan suku bunga 50 basis poin dalam2 bulan beruntun. Total BI sudah 3 kali menaikkan suku bunga sebesar 125 basis poin.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum/aum)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IHSG Balas Dendam, tapi Apa Kuat ke 7.000 Lagi?