
Terjebak di Antara OPEC+ dan The Fed, Minyak Dunia 'Galau'

Jakarta, CNBC Indonesia - Dua acuan harga minyak mentah dunia menguat tidak searah. Emas hitam terombang-ambing di antara ketatnya produksi dan kenaikan suku bunga acuan yang membuat ekonomi global melambat.
Pada Senin (24/10/2022) pukul 06.00 WIB harga minyak mentah Brent tercatat US$93,50 per barel, naik 1,21% dibandingkan posisi akhir pekan lalu. Sementara jenis light sweet atau West Texas Intermediate harganya US$85,05 per barel, turun 1%.
Harga minyak mentah dunia mendapatkan dukungan dari larangan Uni Eropa terhadap minyak mentah Rusia yang merupakan pemain utama minyak dunia. Hal ini akan membuat pasokan minyak dunia berkurang. Ditambah OPEC+ yang sepakat mengurangi produksinya hingga dua juta barel per hari.
Saat produksi atau penawaran menurun, ini akan mendukung harga karena harapan persediaan yang menipis.
Meskipun demikian, inflasi menjadi momok menakutkan bagi 'ibunya komoditas'. Inflasi membuat ekonomi negara koyak hingga membuat bank sentral 'mempertaruhkan' pertumbuhan ekonomi suatu negara untuk melawan kenaikan harga.
Bank sentral Amerika Serikat (The Federal Reserves/The Fed), yang merupakan acuan bank sentral dunia all out melawan inflasi Amerika Serikat untuk menekan inflasi dari 8% ke target 2%. Akibatnya, ekonomi Negeri Paman Sam terancam melambat bahkan jatuh dalam resesi
Untuk melawan inflasi, Federal Reserve AS sedang mencoba untuk memperlambat ekonomi dan akan terus meningkatkan suku bunga acuan, kata Presiden Federal Reserve Bank of Philadelphia Patrick Harker.
Saat ekonomi bergerak melambat atau bahkan hingga terjadi resesi, berbagai aktivitas produksi maupun ekonomi akan menurun. Akibatnya permintaan minyak mentah dunia akan menyusut. Saat permintaan turun, harga pun mengikuti.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ras/ras) Next Article Harga Minyak Dunia Melesat 3%, Harga BBM Naik Lagi Nih?
