Amerika Serikat dan China Sama Nih, Sama "Gelapnya"!
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat kinerja impresif pada pekan lalu. Sayangnya tidak diikuti rupiah dan Surat Berharga Negara (SBN). Pada pekan depan, akan ada banyak rilis data ekonomi yang akan mempengaruhi pasar, termasuk rilis data pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan China yang akan dibahas pada halaman 2.
Melansir data Refinitiv, IHSG tercatat melesat nyaris 3% ke 7.017,771 pekan ini, sekaligus menghentikan kemerosotan dalam 3 minggu beruntun.
IHSG juga sukses mencatat pekan sempurna, menguat dalam 5 hari beruntun.
Sementara itu rupiah kembali terpuruk hingga mencatat pelemahan dalam 6 pekan beruntun. Sepanjang pekan lalu Mata Uang Garuda melemah 1,33% ke Rp 15.630/US$, yang merupakan level terlemah sejak April 2020.
Dari pasar obligasi, hanya SBN tenor 1 tahun saja yang mengalami penguatan, terlihat dari yield-nya yang menurun. Sementara tenor lainnya mengalami pelemahan.
SBN tenor 10 tahun bahkan melemah tajam, yield-nya naik hingga 21,9 basis poin menjadi 7,555% dan berada di level tertinggi sejak Mei 2020.
Merosotnya rupiah dan SBN terjadi meski Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga pada Kamis (20/10/2022).
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 21-22 September 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 50 bps menjadi 4,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 4%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 5,5%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers.
Untuk kali pertama dalam sejarah, BI menaikkan suku bunga 50 basis poin dalam 2 bulan beruntun. Total BI sudah 3 kali menaikkan suku bunga sebesar 125 basis poin.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Amerika Serikat OTW Double Dip Recession!
(pap/pap)