Akhir Pekan Happy! IHSG Ditutup Hijau & Tembus Lagi 7.000

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
21 October 2022 15:44
Karyawan melintas di samping layar elektronik yang menunjukkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (11/10/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Karyawan melintas di samping layar elektronik yang menunjukkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (11/10/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup di zona hijau pada perdagangan Jumat (21/10/2022) akhir pekan ini, di tengah lesunya bursa Asia-Pasifik dan bursa Amerika Serikat (AS).

Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut ditutup menguat 0,53% ke posisi 7.017,77. IHSG pun kembali menembus level psikologisnya di 7.000.

Pada awal perdagangan sesi I, IHSG dibuka turun tipis 0,06% di posisi 6.976,5. Namun hanya sekitar 2 menit sejak dibuka, IHSG langsung kembali ke zona hijau. Selang beberapa menit setelah dibuka, IHSG juga langsung berhasil menyentuh zona psikologis 7.000.

Pada perdagangan sesi II, penguatan IHSG pun berlanjut, di mana pada perdagangan sesi II sekitar pukul 14:00 WIB, IHSG sempat menyentuh level tertinggi hariannya di 7.058,11. Namun setelah menyentuh level tertinggi hariannya, penguatan IHSG cenderung terpangkas dan berakhir di kisaran 7.017.

Nilai transaksi indeks pada hari ini mencapai sekitaran Rp 14 triliun dengan melibatkan 21 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,3 juta kali. Sebanyak 298 saham menguat, 237 saham melemah, dan 168 saham mendatar.

Saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menjadi penopang terbesar indeks pada hari ini, di mana saham BMRI menopang indeks hingga 21,335 poin. Saham BMRI ditutup melonjak 4,55% ke posisi Rp 10.350/unit. Bahkan, saham BMRI sempat menyentuh level tertinggi (all time high/ATH) sepanjang masanya di Rp 10.450/unit

Sedangkan di posisi kedua dan ketiga, ada PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Astra International Tbk (ASII) yang juga menopang indeks masing-masing 11,588 poin dan 7,007 poin.

Saham BBCA ditutup melesat 1,76% ke posisi Rp 8.650/unit dan saham ASII melonjak 2,33% menjadi Rp 6.575/unit.

Pada hari ini, mayoritas bursa Asia-Pasifik terpantau melemah, di mana hanya Shanghai Composite China dan IHSG saja yang menguat.

Indeks Nikkei 225 Jepang melemah 0,43%, Hang Seng Hong Kong terkoreksi 0,42%, Straits Times Singapura ambles 1,68%, ASX 200 Australia merosot 0,8%, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,22%.

Sebelumnya pada perdagangan Kamis kemarin, bursa saham AS, Wall Street juga ditutup melemah.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,3%, S&P 500 merosot 0,8%, dan Nasdaq Composite terkoreksi 0,61%.

Salah satu sentimen pendorong penguatan IHSG yaitu keputusan Bank Indonesia (BI) yang kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bp) pada Oktober.

Dengan ini, BI telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 125 bp pada tahun ini, masing-masing 25 bp pada Agustus, 50 bp pada September, dan 50 bp pada Oktober. Suku bunga acuan dengan cepat naik dari 4,50% pada Juli menjadi 4,75% pada Oktober.

Gubernur BI, Perry Warjiyo menjelaskan kenaikan suku bunga acuan sebesar 50 bp pada Oktober juga sebagai upaya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Mata uang Garuda ambruk dalam sepekan terakhir karena perkasanya dolar AS.

Bukan tanpa alasan, ada 5 risiko yang mesti dicermati dalam perkembangan ekonomi global dan domestik diantaranya, kondisi perekonomian dan keuangan global, lonjakan inflasi global, kebijakan moneter ketat di negara maju, kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), serta persepsi investor.

Kebijakan moneter ketat di negara maju mengancam pertumbuhan ekonomi di emerging market seperti Indonesia. Kenaikan suku bunga acuan The Fed (FFR) juga melambungkan dolar AS sehingga mata uang global terutama emerging market tertekan. Maka kenaikan suku bunga menjadi obatnya.

Di sisi lain, sentimen eksternal juga masih terkait suku bunga. Sejalan dengan langkah yang di ambil Bank Indonesia (BI), Para pejabat The Fed kembali menekankan bahwa mereka perlu melanjutkan langkah agresifnya selama inflasi masih panas.

Presiden The Fed Chicago, Charles Evans mengatakan pada Rabu lalu bahwa inflasi masih terlalu tinggi dan bahwa The Fed perlu melanjutkan pendekatankebijakannya saat ini.

Pasar memperkirakan The Fed masih akan menaikkan suku bunga acuannya pada pertemuan November mendatang.

Apalagi, klaim pengangguran yang cenderung menurun membuat pasar tenaga kerja masih cenderung positif, membuat The Fed semakin yakin untuk bersikap makin agresif.

Klaim pengangguran untuk pekan yang berakhir 16 Oktober mencapai 214.000, turun 12.000 dari minggu sebelumnya dan kurang dari 230.000 dari ekspektasi pasar dalam survei Dow Jones.

Mengacu pada FedWatch, sebanyak 95,1% para pelaku pasar memproyeksikan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 bp dan membawa tingkat suku bunga Fed ke kisaran 3,75%-4%.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IHSG Balas Dendam, tapi Apa Kuat ke 7.000 Lagi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular