Jelang Keputusan BI, IHSG Sesi I Ditutup Melesat 1,52%!
Jakarta CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melesat pada penutupan perdagangan sesi I Kamis (20/10/2022), di tengah penantian para pelaku pasar terkait kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) yang akan diumumkan hari ini.
IHSG dibuka terkoreksi 0,19% di posisi 6.847,53 dan ditutup menguat dengan apresiasi 1,52% atau 104,56 poin, ke 6.964,98 pada penutupan perdagangan sesi pertama pukul 11:30 WIB. Nilai perdagangan tercatat naik ke Rp 7,27 triliun dengan melibatkan lebih dari 14 miliar saham yang berpindah tangan 873 kali.
Sejak perdagangan dibuka IHSG sudah berada di zona merah. Selang 4 menit kemudian indeks terpantau berbalik arah ke zona hijau dan langsung melesat 0,24% ke 6.876,72. Pukul 11:00 WIB IHSG terpantau melesat 1,35% ke 6.953,09 dan konsisten berada du zona hijau hingga penutupan perdagangan sesi I.
Level tertinggi berada di 6.970,42 sesaat sebelum penutupan perdagangan, sementara level terendah berada di 6.847,53 sesaat setelah perdagangan dibuka. Mayoritas saham siang ini terpantau mengalami kenaikan.
Statistik perdagangan mencatat ada 349 saham yang menguat dan hanya 172 saham yang mengalami penurunan, serta sisanya sebanyak 158 saham stagnan.
Saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya siang ini, yakni mencapai Rp 531,2 miliar. Sedangkan saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menyusul di posisi kedua dengan nilai transaksi mencapai Rp 346,5 miliar dan saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) di posisi ketiga sebesar Rp 306,8 miliar.
Pergerakan IHSG siang ini enggan mengekor Wall Street yang kembali melemah pada perdagangan Rabu waktu New York seiring dengan kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS yang melemahkan momentum dari rilis pendapatan di AS.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) dibuka melemah 0,33% ke posisi 30.423,81, S&P 500 terkoreksi 0,67% ke 3.695,16, dan Nasdaq Composite merosot 0,89% menjadi 10.680,51.
Yield Treasury berjangka pendek yakni tenor 2 tahun melonjak 12,4 basis poin (bp) menjadi 4,561%. Sedangkan untuk yield Treasury benchmark tenor 10 tahun melesat 14 bp menjadi 4,138% tepat mencapai level tertingginya sejak tahun 2008.
Di sisi lain, saat ini pelaku pasar tengah fokus pada berbagai pernyataan pejabat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) kembali memberikan sinyal bahwa The Fed akan agresif untuk meredam inflasi.
Presiden The Fed Minneapolis, Neel Kashkari pada Selasa lalu menyatakan bahwa The Fed mungkin perlu menaikkan suku bunga acuan di atas 4,75%, jika inflasi yang mendasarinya tidak berhenti melesat.
Survei "Beige Book" The Fed tentang aktivitas ekonomi menunjukkan perusahaan mencatat tekanan harga tetap tinggi, meskipun ada beberapa pelonggaran di beberapa distrik, sementara pasar tenaga kerja menunjukkan beberapa tanda pendinginan.
Kekhawatiran tentang resesi kembali muncul di kalangan investor karena The Fed terus mengikuti jalurhawkishyang dilapisi dengan kenaikan suku bunga.
Mengacu pada FedWatch, sebanyak 94,5% para pelaku pasar memproyeksikan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 bp dan membawa tingkat suku bunga Fed ke kisaran 3,75%-4%.
Beralih ke China namun masih berkaitan dengan suku bunga. Pelaku pasar memang tengah fokus memantau beberapa data penting lainnya, di mana salah satunya yakni kebijakan suku bunga acuan bank sentral China (People Bank of China/PBoC).
Konsensus pasarTrading Economics memproyeksikan bahwa bank sentral Negeri Panda akan kembali mempertahankan suku bunga acuannya kali ini.
Suku bunga pinjaman (loan prime rate/LPR) tenor 1 tahun diprediksikan tetap di level 3,65%, sedangkan LPR tenor 5 tahun diprediksi bertahan di level 4,3%. Sebelumnya pada Senin lalu, PBoC memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga medium term lending facility (MLF) di level 2,75%.
Terakhir, sentimen yang tak kalah penting dan sedang disorot oleh pelaku pasar yakni terkait kebijakan moneter Bank Indonesia (BI). Hari ini hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI selama dua hari akan dirilis.
BI diperkirakan melanjutkan kebijakan agresif pada bulan ini. Proyeksi tersebut sejalan dengan data historisnya di mana bank sentral tak ragu mengerek suku bunga tinggi saat ketidakpastian global meningkat.
Polling CNBC Indonesiayang melibatkan 13 lembaga/institusi memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bp pada hari ini. Artinya, ada kemungkinan BI menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bp selama dua bulan beruntun setelah melakukan yang sama pada September lalu.
Sinyal-sinyal kenaikan suku bunga dinilai begitu jelas. Sebab BI tertinggal di belakang bank sentral lainnya. Kondisi saat ini, likuiditas dolar perlahan susut di pasar. Jelas ini masa-masa sulit setelah windfall profit dari kenaikan harga komoditas reda.
Sejalan dengan itu, Gubernur BI, Perry Warjiyo telah memberikan sinyal bahwa kenaikan suku bunga yang dilakukan BI akan bersifat 'frontloading'. Ini jelas membuka kemungkinan kenaikan yang cukup tinggi dari suku bunga acuan, BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI-7DRRR) bulan Oktober ini.
Pelaku pasar tentunya menunggu kepastian seberapa besar suku bunga akan dinaikkan. Jika kenaikan hanya 25 bp, bisa menjadi sentimen negatif, sebab selisih suku bunga dengan The Fed akan semakin menyempit.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum/aum)