
Rilis PDB Ditunda Tanpa Sebab, China Dalam 'Kegelapan'?

Jakarta, CNBC Indonesia - China seharusnya mengumumkan data pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari produk domestik bruto (PDB) kuartal III-2022 Rabu kemarin. Tetapi Hingga Kamis (19/10/2022) siang masih belum dipublikasikan juga.
Biro Statistik Nasional China (NBS) mengumumkan penundaan tersebut, dan tidak disebutkan sampai kapan serta alasannya.
Yang pasti, penundaan tersebut terjadi saat Kongres Partai Komunis China berlangsung.
Penundaan tanpa alasan tersebut membuat investor was-was, sebab perekonomian China sedang diliputi 'kegelapan'.
"Ini (penundaan rilis PDB) akan menyebabkan ketidakpastian dan kehati-hatian investor, sebab tidak ada penjelasan terkait penundaan tersebut," kata Ken Cheung, kepala analis valuta asing di Mizuho Bank, sebagaimana dilansir Japan Times, Senin (17/10/2022).
Nilai tukar yuan China melemah sejak Rabu kemarin. Pada hari ini, pukul 13:20 WIB diperdagangkan di kisaran CNY 7,2232/US$, melemah 0,32% dan berada di dekat level terlemah dalam 14 tahun terakhir.
Indeks Shanghai Composite juga terpuruk, kemarin melemah 0,13%, dan hari ini lebih dari 1%.
Perekonomian China diperkirakan akan mencatat kinerja terburuk dalam hampir 5 dekade terakhir. Penyebabnya, datang dari dalam dan luar negeri.
Survei terbaru dari Reuters yang melibatkan 40 ekonom menunjukkan perekonomian China diperkirakan tumbuh 3,2% di 2022, jauh di bawah target pemerintah 5,5%.
Jika tidak memperhitungkan tahun 2020, ketika dunia dilanda pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19), maka pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) tersebut menjadi yang terendah sejak 1976. Pada 2020 lalu, PDB China tumbuh 2,2% saja, tetapi hal yang sama juga melanda dunia.
Pemerintah China di bawah komando Presiden Xi Jinping masih menerapkan kebijakan zero Covid-19, menjadi salah satu pemicu pelambatan ekonomi. Dengan kebijakan tersebut, ketika kasus Covid-19 mulai meningkat, maka karantina wilayah (lockdown) akan diterapkan.
Alhasil, aktivitas ekonomi menjadi maju mundur. Hal ini diperparah dengan disrupsi energi dan pangan akibat perang Rusia - Ukraina serta pelambatan ekonomi global akibat kenaikan suku bunga yang agresif di berbagai negara guna meredam inflasi.
"Perekonomian sepertinya akan mengalami tekanan di kuartal IV, tetapi akan ada pemulihan di tahun depan. Meski demikian, masih akan sulit untuk melihat pemulihan yang kuat akibat demand global," kata Nie Wen, ekonom di Hwabao Trust, sebagaimana dilansir Reuters (Jumat 14/10/2022).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kalah dari Dolar, Yuan Cetak Rekor Terburuk Sejak Krisis 2008