Tahun Gelap Ekonomi China

Awas! RI Mulai Terseret 'Kegelapan' China, Ini Buktinya

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
18 October 2022 07:10
FILE PHOTO: Chinese President Xi Jinping speaks as China's new Politburo Standing Committee members meet with the press at the Great Hall of the People in Beijing, China October 25, 2017. REUTERS/Jason Lee/File Photo
Foto: REUTERS/Jason Lee

Jakarta, CNBC Indonesia - China, negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia, diperkirakan akan mengalami tahun yang berat. Survei terbaru dari Reuters yang melibatkan 40 ekonom menunjukkan perekonomian China diperkirakan tumbuh 3,2% di 2022, jauh di bawah target pemerintah 5,5%.

Jika tidak memperhitungkan tahun 2020, ketika dunia dilanda pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19), maka pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) tersebut menjadi yang terendah sejak 1976.

Dampaknya langsung terasa ke sektor finansial. Indeks Shanghai Composite sepanjang tahun ini merosot sekitar 15%.

Pergerakan indeks saham memang bisa menjadi indikator perekonomian suatu negara. Para investor bisanya selalu forward looking, sehingga ketika melihat perekonomian ke depannya tidak baik-baik saja, maka pasar saham cenderung ditinggalkan.

Ekonom Senior Chatib Basri juga mengatakan Indonesia lebih perlu khawatir dengan China ketimbang Amerika Serikat.

"Saya itu sebetulnya, lebih khawatir dengan (dampak) ekonomi China, dibandingkan dengan ekonomi AS terhadap kita karena kalau China kena itu ekspor kita (Indonesia) kena beneran," kata Chatib.

Bisa dibayangkan, lanjutnya, ekspor yang dibanggakan Indonesia seperti, nikel dan besi baja akan turun.

"Kalau China slowdown, dia enggak perlu besi baja. Buat apa besi baja kan?"

Saat ini, Chatib menyampaikan bahwa ekonomi China tengah menuju 'new normal'. Menurutnya, China tidak bisa tumbuh double digit ke depannya.

"Mungkin long term growth-nya di sekitar 4%, jauh, (tapi) itu yang harus diantisipasi. Saya gak bicara tahun ini, tapi long term growth-nya bisa ke arah sana," ungkapnya.

Pernyataan Chatib tersebut langsung terbukti, ekspor ke China mengalami penurunan, meski tipis saja.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) nilai ekspor ke China pada September sebesar US$ 6,156 miliar, turun dari bulan sebelumnya US$ 6,162 miliar, atau turun 0,1% saja.

Meski demikian, jika terus berlanjut tentunya akan berdampak buruk mengingat China adalah pasar ekspor terbesar Indonesia. Pada periode Januari - September nilainya mencapai US$ 45,238 miliar, atau nyaris 22% dari total ekspor Indonesia.

Perekonomian Indonesia juga menjadi terancam mengalami pelambatan. Sebab jika dilihat sejak tahun 2000, pergerakan PDB Indonesia cenderung mengikuti China. Maklum saja, China bukan hanya pasar ekspor terbesar Indonesia, tetapi juga sebaliknya. Impor dari negara pimpinan Presiden Xi Jinping ini tercatat nyaris 34% dari total impor Indonesia, paling besar dibandingkan negara lainnya.

China menjadi mitra strategis Indonesia.

Tahun terburuk China dalam nyaris 5 dekade terakhir terjadi sebab pemerintahnya masih menerapkan kebijakan zero Covid-19 menjadi salah satu pemicu pelambatan ekonomi. Dengan kebijakan tersebut, ketika kasus Covid-19 mulai meningkat, maka karantina wilayah (lockdown) akan diterapkan.

Alhasil, aktivitas ekonomi menjadi maju mundur. Hal ini diperparah dengan disrupsi energi dan pangan akibat perang Rusia - Ukraina serta pelambatan ekonomi global akibat kenaikan suku bunga yang agresif di berbagai negara guna meredam inflasi.

"Perekonomian sepertinya akan mengalami tekanan di kuartal IV, tetapi akan ada pemulihan di tahun depan. Meski demikian, masih akan sulit untuk melihat pemulihan yang kuat akibat permintaan demand global," kata Nie Wen, ekonom di Hwabao Trust, sebagaimana dilansir Reuters (Jumat 14/10/2022).

TIM RISET CNBC INDONESIA 

(pap/pap)
Tags


Related Articles

Most Popular
Recommendation