Dolar AS Nyaris Rp15.500, Bos BI: Kami Terus Intervensi!

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
19 October 2022 12:30
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memastikan, pihaknya terus melakukan intervensi untuk melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah.

Nilai tukar rupiah, mengacu pada data Refinitiv terkoreksi 0,1% pada pukul 11:00 WIB ke level Rp 15.480/US$. BI menegaskan pihaknya akan selalu berada di pasar untuk melakukan intervensi.

"Mengenai nilai tukar, kami terus melakukan upaya-upaya untuk stabilisasi nilai tukar," jelas Perry dalam Seminar Nasional Badan Keahlian DPR RI, Rabu (19/10/2022).



Perry menjelaskan, tahun ini nilai tukar rupiah telah mengalami depresiasi sekitar 7%. Hal ini disebabkan adanya penguatan dolar Amerika Serikat (AS).

The Greenback alias dolar AS, kata Perry sepanjang tahun berjalan (year to date) telah menguat kurang lebih 19,2%, dan indeks dolar AS mencapai 114.

"Ini adalah sangat-sangat tinggi di sepanjang sejarah. Bahkan kalau diukur sejak satu tahun terakhir, terjadi penguatan dolar 20-25%. Ini menyebabkan mata uang seluruh dunia, termasuk rupiah dalam tekanan," jelas Perry.

Oleh karena itu, Perry bilang stabilisasi nilai tukar rupiah terus dilakukan oleh pihaknya, demi menjaga agar harga-harga energi dan pangan global tidak memberikan dampak ke perekonomian di dalam negeri.

"Kami terus intervensi stabilisasi nilai tukar rupiah. Memastikan nilai tukar rupiah itu stabil, mendukung pemulihan ekonomi, mengendalikan inflasi, dan mempertahankan daya beli," kata Perry lagi.



Perry tak menampik saat ini perekonomian Indonesia dihadapkan dengan faktor eksternal yang penuh tantangan dan bergejolak.

Faktor eksternal itu antara lain fragmentasi geopolitik antara negara G7, perang Rusia dan Ukraina, juga ketegangan ekonomi AS dan China yang mengganggu mata rantai pasok global.

"Sehingga terjadi perlambatan atau stagflasi dari pertumbuhan ekonomi, inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga khususnya fed fund rate (FFR) dan Eropa yang tinggi, dan dolar AS yang sangat kuat," jelas Perry.


(cap/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI, Jepang, China Hingga Korsel Siap 'Buang' Dolar AS di 2024

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular