Awas! Rupiah Loyo Lagi.. Kini Di Rp 15.480/US$!

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
Rabu, 19/10/2022 11:38 WIB
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah sempat stagnan sebelum terkoreksi melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada pertengahan perdagangan Rabu (19/10/2022) seiring dengan pelemahan mata uang di Asia. Apa penyebabnya?

Mengacu pada data Refinitiv, rupiah stagnan pada pembukaan perdagangan di Rp 15.465/US$. Sayangnya, rupiah terkoreksi lagi sebesar 0,1% ke Rp 15.480/US$ pada pukul 11:00 WIB.

Padahal, indeks dolar AS yang mengukur kinerja si greenback terhadap enam mata uang dunia lainnya, terpantau melemah tipis 0,03% ke posisi 112,09 pada pukul 11:00 WIB. Namun, hal tersebut tampaknya belum mampu menopang penguatan Mata Uang Garuda menguat di pasar spot.


Meski indeks dolar AS melemah dan kian menjauhi rekor tertinggi selama dua dekadenya, tapi hhli strategi mata uang di Westpac Sydney Sean Callow meyakini bahwa dolar AS masih dalam tren bullish.

"Kami ragu bahwa ini lebih dari sekadar jeda dalam pergerakan bull dolar," tuturnya dikutip Reuters.

Potensi 'strong dollar' masih mungkin terjadi, pasalnya para pejabat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) juga mengindikasikan bahwa Fed akan agresif untuk meredam inflasi. Presiden Fed Minneapolis Neel Kashkari pada Selasa (18/10) menyatakan bahwa Fed mungkin perlu menaikkan suku bunga acuan di atas 4,75% jika inflasi yang mendasarinya tidak berhenti melesat.

"Saya telah mengatakan secara terbuka bahwa saya dapat dengan mudah melihat kami memasuki pertengahan 4% awal tahun depan," kata Kashkari pada panel di Women Corporate Directors, Minnesota Chapter, di Minneapolis.

"Tetapi jika kita tidak melihat kemajuan dalam inflasi yang mendasari atau inflasi inti, saya tidak melihat mengapa saya menganjurkan berhenti di 4,5%, atau 4,75% atau semacamnya. Kita perlu melihat kemajuan aktual dalam inflasi inti dan inflasi jasa dan kita belum melihatnya," tambahnya.

Meski angka inflasi AS telah melandai ke 8,2% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada September 2022, tapi tampaknya Fed masih belum puas untuk bertindak agresif guna membawa turun angka inflasi ke target Fed di 2%.

Dari Tanah Air, semua mata tertuju pada pengumuman kebijakan moneter terbaru oleh Bank Indonesia (BI) yang dijadwalkan akan digelar pada pada Kamis (20/10).

Konsensus analis Trading Economics memproyeksikan bahwa BI akan menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 bps dan akan membawa tingkat suku bunga BI ke 4,5% dari sebelumnya di 4,25%.

Namun, proyeksi ekstrem diungkapkan Bahana Sekuritas dalam laporannya yang disusun oleh Kepala Ekonom Putera Satria Sambijantoro dan timnya. Mereka memprediksikan bahwa BI kemungkinan akan mempertimbangkan kenaikan sebesar 75 bps, meskipun kecenderungan mengarah kepada dosis 50 bps.

"Kenaikan suku bunga 75 bps secara aktif dipertimbangkan dalam pertemuan itu (RDG). Walaupun, pejabat BI akhirnya menyelesaikan dengan kenaikan suku bunga 50 bps, banyak yang sebenarnya condong ke arah pergerakan 75 bps daripada hanya 25 bps, karena mereka khawatir tentang penyempitan perbedaan hasil dengan AS dan potensi kenaikan kuat dalam inflasi inti domestik," tulis Bahana Sekuritas, dalam laporannya, Rabu (19/10/2022).

Dengan demikian, kecenderungan kenaikan 50bps cukup kuat sesuai konsensus ekonom. Namun, Bahana melihat dosis 75 bps menjadi 5,0% dapat dilakukan jika BI ingin menanamkan kepercayaan ke pasar.

Pelemahan mata uang juga terjadi di Asia, di mana yuan China terkoreksi paling tajam sebanyak 0,23% terhadap dolar AS. Disusul oleh ringgit Malaysia dan rupiah yang melemah masing-masing sebesar 0,11% dan 0,1% di hadapan si greenback.

Sementara dolar Taiwan dan baht Thailand berhasil menguat yang masing-masing sebesar 0,13% dan 0,11%.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aaf)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS