
Tetap Waspada IHSG, Kenaikan Bursa Asia Rapuh!

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka menguat pada perdagangan Rabu (19/10/2022), di tengah masih menghijaunya bursa saham Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa kemarin.
Indeks Nikkei Jepang dibuka menguat 0,37%, Straits Times Singapura naik tipis 0,09%, ASX 200 Australia bertambah 0,22%, dan KOSPI Korea Selatan juga naik tipis 0,08%.
Namun untuk indeks Hang Seng Hong Kong dibuka melemah 0,19% dan Shanghai Composite China juga turun 0,19%.
Bursa Asia-Pasifik yang secara mayoritas menguat terjadi di tengah masih menghijaunya bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan Selasa kemarin waktu AS.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melesat 1,12% ke posisi 30.523,8, S&P 500 melonjak 1,16% ke 3.720,5, dan Nasdaq Composite menguat 0,9% menjadi 10.772,4.
Penguatan Wall Street sedikit terpangkas, setelah pada awal perdagangan kemarin sempat melesat lebih dari 2%. Wall Street cenderung berombak pada Selasa kemarin, karena banyak investor tampaknya kurang percaya diri.
Meski cenderung terpangkas, tetapi reli Wall Street berlanjut di perdagangan hari kedua pada pekan ini, di mana hal ini masih ditopang oleh kinerja keuangan beberapa emiten AS yang solid pada kuartal III-2022.
Namun, dampak dari kenaikan suku bunga agresif bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) mungkin mulai menghambat pasar tenaga kerja.
Perusahaan raksasa teknologi AS, Microsoft Corp sedikit berubah setelah perseroan melaporkan telah merumahkan di bawah 1.000 karyawan minggu ini, menjadi perusahaan teknologi AS terbaru yang memangkas pekerjaan atau memperlambat perekrutan di tengah perlambatan ekonomi global.
Jalan The Fed telah membuat banyak investor khawatir hal itu dapat memiringkan ekonomi ke dalam resesi dengan membuat kesalahan kebijakan dan menaikkan suku bunga terlalu banyak.
Pejabat Fed sebagian besar telah sinkron dalam komentar tentang perlunya bank sentral untuk menekan inflasi.
Sebuah laporan dari lembaga pemeringkat internasional, Fitch Ratings mengatakan pihaknya telah memangkas perkiraan pertumbuhan AS untuk tahun ini dan berikutnya dan ditetapkan untuk memperingatkan bahwa kenaikan suku bunga The Fed dan inflasi akan mendorong ekonomi ke dalam resesi gaya 1990.
Investor kini masih mengawasi dengan ketat perilisan kinerja keuangan emiten di AS untuk menilai dampak dari inflasi yang masih meninggi dan kenaikan suku bunga The Fed.
Pasar juga memperkirakan The Fed masih akan bersikap hawkish dengan menaikkan suku bunga acuannya pada pertemuan November mendatang.
Mengacu pada FedWatch, sebanyak 94,8% para pelaku pasar memproyeksikan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bp) dan membawa tingkat suku bunga Fed ke kisaran 3,75%-4%.
Sementara itu, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) yang masih berada di atas kisaran 4% turut menjadi penyebab fluktuasinya Wall Street kemarin.
Dilansir dari CNBC International, yield Treasury berjangka pendek yakni tenor 2 tahun cenderung naik menjadi 4,454%.
Sedangkan untuk yield Treasury benchmark tenor 10 tahun juga cenderung naik menjadi 4,054% pada akhir perdagangan hari ini
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi
