Ini Penyebab IHSG Hanya Menguat Tipis 0,05% di Sesi I

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
Selasa, 18/10/2022 11:47 WIB
Foto: Karyawan melintas di samping layar elektronik yang menunjukkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (11/10/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat tipis pada penutupan perdagangan sesi pertama hari ini, Selasa (18/10/2022). Bursa saham Amerika Serikat (AS) yang rebound pada perdagangan semalam cukup menjadi katalis positif bagi IHSG meski indeks pada akhirnya kehabisan tenaga di penutupan perdagangan.

Sejak perdagangan dibuka IHSG sudah berada di zona hijau. Empat menit berselang, indeks terpantau melesat 0,69% ke 6.878,53. Alih-alih konsisten berada di zona hijau, IHSG justru melemah 0,1% ke 6.824,01 pada pukul 10:29 WIB. Barulah indeks ditarik ke zona hijau jelang akhir perdagangan sesi I hingga menguat 0,05% ke level 6.831,16.

Level tertinggi berada di 6.891,99 sekitar pukul 09:30 WIB, sementara level terendah berada di 6.809,99 sekitar pukul 10:30 WIB. Mayoritas saham siang ini terpantau masih saja mengalami penurunan.


Statistik perdagangan mencatat ada 265 saham yang melemah dan hanya 239 saham yang mengalami kenaikan, serta sisanya sebanyak 171 saham stagnan.

Saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya siang ini, yakni mencapai Rp 472,2 miliar. Sedangkan saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menyusul di posisi kedua dengan nilai transaksi mencapai Rp 427,1 miliar dan saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) di posisi ketiga sebesar Rp 387,3 miliar.

Pergerakan IHSG siang ini tak lepas dari katalis positif reboundnya bursa Amerika Serikat (AS) pada perdagangan awal pekan waktu New York.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melonjak 1,86% ke posisi 30.185,82. Sedangkan indeks S&P 500 melejit 2,65% ke 3.677,95, dan Nasdaq Composite terbang 3,43% menjadi 10.675,8.

Bursa Wall Street berhasil rebound, ditopang oleh rencana Inggris yang ingin membalikan arah ekonomi dan positifnya dari rilis kinerja keuangan beberapa emiten perbankan di AS, seperti Bank of America.

Positifnya kinerja keuangan Bank of America pada kuartal III-2022 dapat mengangkat optimisme pasar tentang musim pendapatan perusahaan.

Di lain sisi, faktor lain yang menjadi pendorong kuatnya perdagangan Senin kemarin adalah perkembangan politik di Eropa, di mana menteri keuangan Inggris yang baru yakni Jeremy Hunt mengumumkan bahwa hampir semua pemotongan pajak yang direncanakan akan dibatalkan.

Hal ini membuat mata uang Inggris yakni poundsterling diperdagangkan lebih dari 1%, lebih tinggi di hampir GBP 1,135/US$, dan utang pemerintah Inggris menguat tajam.

Meski terlihat rebound, tetapi pasar saham AS masih berada di tren bearish, setelah berjuang hingga September, di mana secara historis bulan lalu merupakan periode yang cukup sulit untuk bangkit

Kenaikan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang agresif bisa menjadi batu sandungan. Dengan inflasi yang masih tinggi, maka pasar berekspektasi bahwa The Fed masih akan bersikap hawkish untuk menaikkan suku bunga acuannya pada pertemuan selanjutnya untuk meredam inflasi.

Mengacu pada FedWatch, sebanyak 97,2% para pelaku pasar memproyeksikan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bp) dan membawa tingkat suku bunga Fed ke kisaran 3,75%-4%.

Keagresifan The Fed diprediksi akan membawa perekonomian Negara Adidaya tersebut masuk ke zona resesi dan tentunya akan berdampak pada negara-negara lain di dunia. AS merupakan perekonomian terbesar di dunia.

Jika negara dengan ekonomi terbesar di dunia ini tertekan, maka akan bisa dipastikan mengganggu perekonomian global.

Selain itu, kabar tak menyenangkan juga datang dari China yang masih menanti rilis data pertumbuhan ekonomi China pada kuartal II-2022 pada hari ini. Namun perilisannya terpaksa ditunda hingga batas waktu yang belum ditentukan karena adanya kongres Partai Komunis China.

Penundaan rilis data pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB) China pada kuartal III-2022 dapat memicu ketidakpastian investor dan kekhawatiran perlambatan ekonomi.

Senin kemarin, ternyata Biro Statistik Nasional (NBS) memperbarui jadwal rilis PDB dengan keterangan "ditunda" tanpa memberikan keterangan dan informasi tanggal publikasi baru.

Sentimen negatif ini mau tak mau akan berpengaruh terhadap bursa Tanah Air. Pola gerak IHSG hingga saat ini terlihat masih bersifat konsolidatif sehingga risiko terjadinya koreksi wajar masih perlu diwaspadai.

Namun selama support level terdekat masih mampu dipertahankan maka IHSG masih memiliki peluang yang cukup besar untuk kembali dalam jalur uptrend jangka pendeknya.

Dari dalam negeri, surplus neraca perdagangan Indonesia menyusut menjadi US$ 4,99 miliar pada September 2022. Di luar proyeksi, impor anjlok pada September bahkan mencatatkan rekor terendahnya dalam empat bulan terakhir.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia September 2022 mencapai US$ 24,80 miliar. Nilai tersebut turun 11% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm), tetapi masih meningkat 20,28% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy).

Sedangkan impor pada September 2022 mencapai US$ 19,81 miliar, turun 10,58% (mtm) dan melonjak 22,01% (yoy). Impor konsumsi yang melandai terjadi karena konsumen masih menahan pembelian barang tahan lama (durable goods).

Untuk diketahui, Impor bahan baku/penolong dan barang modal menjadi salah satu indikator bagi pertumbuhan ekonomi ke depan. Investasi biasanya akan mengikuti tren impor bahan baku/penolong dan barang modal dalam selisih tiga bulan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aum)