Inflasi AS Melandai, Gak Jadi Resesi? Ini Jawabannya!

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
14 October 2022 16:40
Chatib Basri
Foto: Chatib Basri

Negeri Paman Sam merupakan salah satu mitra dagang Indonesia, bahkan nominalnya cukup besar. Melansir data Kementerian Perdagangan, AS merupakan mitra dagang terbesar kedua untuk eskpor Non-migas setelah Tiongkok, dengan nominal senilai US$ 19,86 miliar atau setara dengan Rp 305 triliun (asumsi kurs Rp 15.360/US$) untuk periode perdagangan Januari-Agustus 2022.

Dari sisi investasi, AS juga memegang peranan penting dalam penanaman modal asing senilai US$ 1,4 miliar atau setara dengan Rp 21,5 triliun pada semester pertama tahun ini. Dengan nominal tersebut, menempatkan AS berada di peringat kelima dengan investasi terbesar di RI.

Selain itu, ketidakpastian ekonomi akibat potensi resesi global juga membuat investor asing kabur dari negara-negara emerging termasuk Indonesia. Investor akan beralih pada aset safe haven yang memiliki nilai lindung seperti dolar AS. Alhasil, rupiah pun terpuruk.

Di sepanjang tahun ini, Mata Uang Garuda telah terkoreksi sebanyak 7,2% terhadap dolar AS. Bahkan pada Jumat (14/10), rupiah kian mendekati level Rp 15.400/US$.

Pelemahan nilai tukar rupiah tentunya membebani perusahaan dan masyarakat karena barang impor menjadi lebih mahal. Pada industri farmasi, diketahui Indonesia masih mengimpor hampir 90% bahan baku dari luar negeri. Begitu pula dengan industri otomotif, rata-rata bahan baku sparepart seperti semikonduktor masih bergantung pada negara-negara lain seperti Jepang dan China.

Di sisi lain, perlambatan ekonomi global juga akan membuat perusahaan berorientasi ekspor terdampak karena permintaan dari negara lain mengendur. Perlambatan permintaan dari sisi konsumen dan produsen ini akan membuat investasi perusahaan melambat.

Tidak hanya sektor usaha yang kena, investasi masyarakat di properti juga diproyeksi menyusut mengingat masyarakat akan lebih memilih menabung di tengah ketidakpastian ekonomi. Kenaikan suku bunga juga akan membuat investasi di sektor properti kurang menarik.

Namun, mantan keuangan M.Chatib Basri masih optimis bahwa ekonomi Indonesia tidak akan terperosok hingga membukukan pertumbuhan negatif. Dia meyakini bahwa PDB RI masih akan tetap tumbuh, meski melambat.

"Jadi, misalnya konsumsi growth-nya 5 koma sekian jadi 4 koma. Itu mirip waktu sama tapering-lah," ujar Chatib dalam dialog bersama CNBC Indonesia, dikutip Senin (10/10/2022).

"Waktu taper tantrum kita masih bisa tumbuh 5,8% lho, turun dari 6,5%. Jadi, akan ada slowdown," tambahnya.

Dengan demikian, Chatib percaya ekonomi Indonesia tidak akan sampai krisis ataupun resesi.

"Trennya itu slowdown. Kalau orang beranggapan ada ekonom kita akan krisis, saya mungkin gak beranggapan akan begitu. Tapi slowdown akan iya," tegasnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aaf/aaf)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular