
Ngeri! IMF Ramal Wall Street Tumbang 20%, Nasib IHSG Piye?

Jakarta, CNBC Indonesia - Resesi global diprediksi oleh banyak pengamat terjadi pada akhir tahun ini atau awal tahun depan. Kekhawatiran pasar terkait resesi global membuat pasar keuangan terus merana dalam beberapa hari terakhir, terutama pasar saham global.
Bahkan, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memprediksi bahwa ada kemungkinan jika pasar saham Amerika Serikat (AS) kembali anjlok hingga 20% ke depan. Hal ini diutarakan oleh Direktur moneter dan pasar modal IMF, Tobias Adrian.
Penelitian IMF menemukan bahwa kenaikan suku bunga dan ekspektasi pendapatan di masa depan dapat menurunkan valuasi perusahaan dalam penurunan pasar saat ini.
"Risiko pasar keuangan kini meningkat tajam bahkan lebih tinggi dibandingkan krisis 2008 dan 2020. Saat ini memang kondisinya sedang sangat, sangat tertekan," tutur Adrian, kepada CNBC International.
Ditanya tentang wawancara CNBC International baru-baru ini dengan Jamie Dimon, kepala eksekutif JPMorgan, yang mengatakan bahwa indeks S&P 500 dapat dengan mudah turun 20% lagi, kemudian Adrian mengatakan itu "tentu saja mungkin".
Padahal, S& 500 sudah terjatuh hingga 25% sepanjang tahun ini.
Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) telah menaikkan suku bunga menjadi 3% -3,25% pada September lalu, menjadi tertinggi sejak awal 2008, karena mencoba untuk mendinginkan inflasi secara tahunan.
Terbaru, inflasi dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) AS periode September 2022 kembali menurun sedikit. Biro Statistik Tenaga Kerja AS melaporkan IHK AS mencapai ke 8,2% (year-on-year/yoy) pada bulan lalu.
Laju IHK memang lebih rendah dibandingkan pada Agustus lalu yang tercatat 8,3% (yoy), bahkan menjadi yang terendah dalam tujuh bulan terakhir. Namun, IHK masih di atas ekspektasi pasar yakni 8,1% (yoy).
Sedangkan secara bulanan (month-to-month/mtm), IHK Negeri Paman Sam tercatat 0,4% pada September atau meningkat dibandingkan pada Agustus lalu yang tercatat 0,1%. IHK bulanan juga dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar yakni 0,2%.
Sementara untuk IHK inti menyentuh 6,6 % (yoy) pada September, menjadi yang tertinggi sejak 1982 atau 40 tahun terakhir.
Sebelumnya pada Rabu lalu, inflasi dari sisi produsen (Indeks Harga Produsen/IHP) AS periode September 2022 juga telah dirilis. Biro Statistik Tenaga Kerja AS melaporkan IHP bulan lalu naik 0,4% secara bulanan.
Posisi tersebut lebih tinggi dari prediksi analis Dow Jones di 0,2%. Pada basis tahunan, PPI berada di 8,5%, melandai dari bulan sebelumnya di 8,7%.
Secara rinci, tidak termasuk makanan, energi dan jasa perdagangan, indeks meningkat 0,4% untuk bulan ini dan 5,6% dari tahun lalu.
Dengan masih tingginya inflasi di AS, baik dari IHK maupun IHP, pasar memprediksi The Fed masih akan mempertahankan sikap hawkish-nya, yakni dengan menaikkan suku bunga acuannya pada pertemuan November mendatang.
Berdasarkan perangkat CME FedWatch, pasar yang memperkirakan kenaikan suku bunga The Fed sebesar 50 basis poin (bp) memiliki probabilitas mencapai 97%. Sedangkan yang memprediksi kenaikan sebesar 75 bp memiliki probabilitas mencapai 3%.
Di lain sisi, IMF tidak memiliki angka spesifik untuk baseline, tetapi itu adalah salah satu di mana kondisi keuangan terus diperketat, aktivitas ekonomi melambat dan pasar terus berada di bawah tekanan.
Pada Selasa lalu, IMF menerbitkan World Economic Outlook, di mana ia memperkirakan pertumbuhan global akan melambat menjadi 2,7% pada tahun depan, lebih rendah 2 basis poin dari perkiraan Juli.
