
PHP! Sempat Libas Dolar AS, Rupiah Malah Gagal Menguat

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah masih saja melanjutkan perlemahan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (13/10/2022) ), di tengah kabut gelap yang masih menyelimuti pasar keuangan Indonesia akibat isu resesi yang terus mencuat.
Mengacu pada data Refinitiv, begitu perdagangan dibuka rupiah menguat 0,07% ke Rp 15.345/US$. Selang 4 menit kemudian, penguatan kemudian bertambah menjadi 0,1% ke Rp 15.340/US$.
Pukul 11.00 WIB rupiah terpantau memangkas penguatannya menjadi 0,05% ke 15.348/US$.Di penutupan perdagangan rupiah berada di Rp 15.360/US$ melemah tipis 0,03% di pasarspot, kendati demikian posisi ini masih terlemah dalam 2,5 tahun terakhir.
Indeks dolar AS yang mengukur kinerja siĀ greenbackĀ terhadap enam mata uang dunia lainnya, kembali bergerak turun 0,02% setelah tadi pagi sempat sempat turun 0,15%. Padahal, rilis notula rapat kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) menunjukkan suku bunga tinggi akan ditahan dalam waktu yang lama.
Kabut gelap belum beranjak sepenuhnya dari pasar keuangan Indonesia.Sepanjang pekan ini mata uang garuda masih mencatatkan kinerja yang mengecewakan. Ini tentunya tak lepas dari gonjang-ganjing ekonomi global yang di proyeksi akan suram.
Seperti diketahui,IMF memangkas pertumbuhan global pada 2023 menjadi 2,7% dari proyeksi di Juli sebesar 2,9%. Namun, IMF masih mempertahankan proyeksi pertumbuhan global untuk 2022 di angka 3,2%.
IMF juga mempertahankan proyeksi ekonomi Indonesia untuk tahun ini sebesar 5,3%. Namun, lembaga moneter internasional ini ternyata kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dari 5,2% menjadi 5% pada 2023.
Pada Rabu (12/10/2022) Departemen Tenaga Kerja AS telah merilis Indeks Harga Produsen (IHP) AS per September 2022 yang menunjukkan kenaikan 0,4% secara bulanan. Posisi tersebut juga melampaui ekspektasi analis Dow Jones di 0,2%. Secara tahunan, IHP berada di 8,5%, melandai dari posisi sebelumnya di 8,7% pada Agustus 2022.
Hal tersebut meningkatkan prediksi bahwa inflasi AS masih akan meninggi, Sementara itu, investor global masih akan menanti rilis Indeks Harga Konsumen (IHK) yang dijadikan acuan sebagai ukuran inflasi AS yang dijadwalkan akan rilis mala mini waktu Indonesia.
Namun, konsensus analis Trading Economics memprediksikan angka inflasi akan melandai ke 8,1% dari bulan sebelumnya di 8,3%.
Selain itu, risalah Federal Open Market Committee (FOMC) juga telah dirilis yang menunjukkan bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) masih akan menaikkan suku bunga acuannya hingga membawa angka inflasi ke target Fed di 2%.
"Para partisipan menilai Komite perlu bergerak (menaikkan suku bunga), dan menahannya, kebijakan moneter yang lebih restriktif untuk mencapai mandat tenaga kerja maksimum dan stabilitas harga," tulis notula tersebut sebagaimana dilansir CNBC International.
Dengan suku bunga ditahan di level tinggi, ada risiko resesi bisa semakin panjang, hal ini membuat dolar AS bisa menjadi primadona. Meski demikian, the greenback masih belum melaju kencang lagi.
Ada pendapat berbeda dari analis dari Moody's Analytics yang melihat dalam 6 bulan ke depan tekanan inflasi di Amerika Serikat akan mereda.
"Inflasi berdasarkan indeks harga konsumen (IHK), akan turun dari level saat ini sekitar 8% menjadi 4%," kata Mark Zandi, kepala ekonom Moody's Analytics dalam acara "Fast Money" CNBC International, Rabu (12/10/2022).
Selain itu, Zandi percaya kebijakan yang dilakukan The Fed kali ini membawa perekonomian ke jalur yang tepat. Penurunan inflasi nantinya diperkirakan bisa mencegah terjadinya resesi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum/aum) Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer