Warga RI, Siaga! Rupiah Kian Dekati Level Rp 15.400/US$!
Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah sempat stagnan sebelum akhirnya terkoreksi di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) pada pertengahan perdagangan Rabu (12/10/2022). Indeks dolar AS yang kembali perkasa menekan rupiah dan mayoritas mata uang di Asia.
Mengacu pada data Refinitiv, rupiah pada pembukaan perdagangan stagnan di Rp 15.355/US$. Sayangnya, rupiah kembali terkoreksi sebanyak 0,16% ke Rp 15.380/US$ pada pukul 11:00 WIB.
CEO JPMorgan Chase, Jamie Dimon pada Senin (10/10) memperingatkan bahwa kombinasi berita buruk yang "sangat, sangat serius" kemungkinan akan membawa ekonomi AS dan global ke dalam resesi pada pertengahan tahun depan.
Di antara indikator yang membunyikan bel alarm, Dimon mengungkapkan dampak inflasi yang tidak terkendali, suku bunga naik lebih dari yang diharapkan, efek pengetatan kuantitatif yang tidak diketahui dan perang Rusia di Ukraina.
"Ini adalah hal-hal yang sangat, sangat serius yang menurut saya kemungkinan akan mendorong AS dan dunia, maksud saya, Eropa sudah dalam resesi, dan mereka kemungkinan akan menempatkan AS dalam semacam resesi enam hingga sembilan bulan dari sekarang," kata Dimon dikutip CNBC International.
Pada Selasa (11/10), Presiden bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) Cleveland Loretta Mester menilai bahwa dengan sejumlah besar kenaikan suku bunga tahun ini, Fed belum dapat mengendalikan lonjakan inflasi dan perlu terus maju dengan pengetatan.
"Inflasi yang sangat tinggi dan persisten yang tidak dapat diterima tetap menjadi tantangan utama yang dihadapi ekonomi AS. Meskipun ada beberapa moderasi di sisi permintaan ekonomi dan tanda-tanda perbaikan kondisi sisi penawaran, tapi belum ada kemajuan pada inflasi," kata Mester dalam pidato yang diberikan sebelum pertemuan yang diadakan oleh Economic Club of New York.
Mester memproyeksikan bahwa inflasi akan turun menjadi 3,5% pada tahun depan dan kembali ke target 2% Fed pada tahun 2025.
Tentunya hal tersebut meningkatkan prediksi para pelaku pasar bahwa The Fed akan terus menaikkan suku bunga acuannya pada pertemuan selanjutnya pada November 2022. Sejalan dengan hal tersebut, jika mengacu pada alat ukur FedWatch, sebanyak 80% memprediksikan Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin (bps) pada November 2022. Jika benar terjadi, maka tingkat suku bunga Fed akan naik dari 3,25%-3,5% menjadi 4%.
Pekan ini, akan menjadi pekan yang dinantikan para pelaku pasar karena inflasi AS per September 2022 akan dirilis pada Kamis 13 Oktober 2022 waktu Indonesia. Konsensus analis Trading Economics, memprediksikan inflasi AS akan melandai ke 8,1% dari bulan sebelumnya di 8,3%.
Dengan isu resesi global yang kian santer dan menjadi katalis negatif untuk pasar keuangan global, membuat permintaan akan dolar AS meningkat. Hal tersebut tercermin dari indeks dolar AS yang bergerak menguat 0,22% ke posisi 113,46 pada pukul 11:00 WIB. Sejatinya, ketika kondisi ekonomi sedang memburuk, dolar AS diuntungkan dengan kegunaannya sebagai mata uang dengan nilai lindung atau safe haven.
Sehingga, Mata Uang Garuda pun tertekan. Namun, jika melihat cadangan devisa Indonesia pada September 2022 yang merosot menjadi US$ 130,8 miliar dari US$ 132,2 miliar pada bulan sebelumnya, dapat dikatakan bahwa Bank Indonesia (BI) tampaknya sudah melakukan intervensi.
Seperti diketahui, BI sejak menaikkan suku bunga acuan pada Agustus 20222, mengumumkan operasi khusus untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Operasi tersebut bernama 'Twist Operation'.
Tidak hanya triple intervention, BI melakukan operation twist dengan menjual SBN tenor pendek dan membeli di tenor panjang. Dengan operasi ini, BI akan mendorong daya tarik SBN tenor panjang dengan harapan investor kembali masuk dan nilai tukar lebih stabil.
Namun, dari data BI, net sell di pasar SBN sejak awal tahun hingga 6 Oktober 2022 cukup besar, Rp 167,81 triliun.
Ternyata, di Asia, rupiah tidak sendirian. Mayoritas mata uang di Asia pun tersungkur terhadap dolar AS. Hanya dolar Hong Kong yang stagnan.
Sementara baht Thailand terkoreksi paling tajam sebesar 0,29% terhadap dolar AS. Kemudian disusul oleh ringgit Malaysia dan yen Jepang yang melemah masing-masing sebesar 0,26% dan 0,24% terhadap greenback.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf/aaf)