Khawatir The Fed Agresif, Rupiah Kembali Tak Berdaya!
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah masih terpuruk melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (10/10/2022), di tengah kondisi perekonomian global masih menjadi 'momok' mengerikan akhir akhir ini, ditambah lagi dolar AS yang kian perkasa pasca rilis data tenaga kerja pekan lalu memberikan sinyal The Fed akan agresif.
Begitu perdagangan dibuka, rupiah masih melemah 0,07%, ke Rp 15.260/US$. Depresiasi bertambah menjadi 0,28% ke Rp 15.293/US$ pada pukul 11:00 WIB.
Di penutupan perdagangan rupiah berada di Rp 15.310/US$, melemah 0,39% di pasar spot, sekaligus posisi terlemah dalam 2,5 tahun terakhir, tepatnya sejak 29 April 2020. Terkoreksinya Mata Uang Garuda terjadi ketika indeks dolar AS menguat di pasarspot.
Ketidakpastian global masih membayangi pasar keuangan. Sentimen negatif datang dari Departemen Tenaga Kerja AS merilis angka tenaga kerja Non-pertanian (Non-farm payrolls/NFP) yang bertambah sebanyak 263.000 tenaga kerja, di bawah dari konsensus analis Dow Jones di 275.000 pekerjaan.
Namun, angka pengangguran AS per September 2022 menurun ke 3,5% dari 3,7% pada bulan sebelumnya
Rilis data ekonomi tersebut memang pada dasarnya berita baik, tapi pada saat ini kabar baik menjadi katalis negatif, menandakan bahwa ekonomi AS tetap tangguh meskipun bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) telah agresif menaikkan suku bunga acuannya untuk memperlambat ekonomi.
Pasar tenaga kerja AS yang tangguh, tentunya akan membuat angka inflasi sulit melandai dan turut menekan The Fed untuk kembali agresif pada pertemuan selanjutnya pada November 2022.
"Ini bukti lebih lanjut bahwa ekonomi AS tidak melemah. Itu hanya menambah gagasan bahwa The Fed akan menghabiskan tiga minggu ke depan untuk mengatakan hal yang sama tentang suku bunga," tutur Ahli Strategi Westpac Sean Callow dikutip Reuters.
Jika inflasi kian meninggi, setidaknya akan memakan waktu lama untuk menurunkannya. Artinya, Era suku bunga tinggi akan diproyeksikan bertahan lama.
Akibatnya saat ini, dolar AS yang menyandang status safe haven tentunya saja yang diuntungkan dengan kondisi ekonomi yang kian tak pasti. Hal ini diperkuat dengan kondisi bursa saham global terutama Amerika Serikat (AS) yang akhir-akhir ini kembali lesu.
Ketika kondisi ekonomi diproyeksikan masih akan susah, pendapatan para emiten akan menurun, akibatnya, para pelaku pasar terus melepas saham-saham yang dimili. Indeks pun ambrol termasuk IHSG.
Dari dalam negeri, hari ini ada rilis data ekonomi hari ini masih menunjukkan ekonomi Indonesia yang solid. Bank Indonesia (BI) melaporkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada September 2022 berada di 117,2, turun sedikit dari bulan sebelumnya di 124,7. Namun, level tersebut masih dinilai aman karena konsumen masih optimis mengenai kondisi ekonomi Indonesia.
Optimisme konsumen pada September 2022 juga ditopang tetap kuatnya indeks ekspektasi konsumen (IEK), terutama ekspektasi penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja.
Survei konsumen merupakan survei bulanan BI untuk mengetahui keyakinan konsumen mengenai kondisi ekonomi yang tercermin dari persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi konsumen terhadap kondisi perekonomian ke depan.
Di sisi lain, Bank Indonesia berkomitmen untuk terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait dan terus mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum/aum)