Tak Tunduk Dengan Amerika, OPEC+ Pangkas Produksi Minyak
Jakarta, CNBC Indonesia - Kelompok produsen minyak mentah dunia, OPEC+, sepakat untuk melakukan pengurangan produksi yang dalam. Ini merupakan usaha untuk memacu pemulihan harga minyak mentah dunia. Namun, pemotongan tersebut mendapat tentangan dari Amerika Serikat yang mendesak produksi lebih banyak untuk membantu ekonomi global.
OPEC dan OPEC+ memutuskan mengurangi produksi sebesar 2 juta barel per hari (bph) pada pertemuan yang diselenggarakan di Wina pada Rabu (5/10/2022). Angka tersebut menjadi pemotongan yang terbesar sejak pandemi Covid-19 pada 2020 yang memangkas 10 juta bph.
Sebelumnya para pelaku pasar energi memperkirakan OPEC+ akan memberlakukan pengurangan produksi antara 500.000 dan 2 juta barel per hari.
Harga minyak telah jatuh menjadi sekitar US$$80-90 per barel dari lebih dari US$120 pada awal Juni di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang prospek resesi ekonomi global.
Pemotongan produksi untuk November adalah upaya untuk membalikkan penurunan ini, meskipun tekanan berulang datang dari Amerika Seikatagar OPEC+ memompa lebih banyak minyak untuk menurunkan harga bahan bakar menjelangpemilihan paruh waktu bulan depan.
Potongan Produksi Aslinya Lebih Dalam
Produksi minyak mentah yang dipotong sebesar 2 juta barel sebenarnya masih lebih kecil dari angka di lapangan, di mana produksi OPEC+ turun 3,6 juta barel per hari pada Agustus.
Kurangnya produksi terjadi karena sanksi Barat terhadap negara-negara seperti Rusia, Venezuela dan Iran. Ditambah dengan masalah produksi dengan produsen seperti Nigeria dan Angola.
Barat menuduh Rusia mempersenjatai energi, dengan melonjaknya harga gas dan upaya mencari alternatif menciptakan krisis di Eropa yang dapat memicu penjatahan gas dan listrik musim dingin ini.
Moskow, sementara itu, menuduh Barat mempersenjatai dolar dan sistem keuangan seperti mekanisme pembayaran internasional SWIFT sebagai pembalasan atas pengiriman pasukan Rusia ke Ukraina pada Februari.
Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak, yang dimasukkan dalam daftar sanksi khusus warga negara AS pekan lalu, juga melakukan perjalanan ke Wina untuk berpartisipasi dalam pertemuan.
Novak tidak berada di bawah sanksi Uni Eropa. Dia dan anggota OPEC+ lainnya sepakat untuk memperpanjang kesepakatan kerja sama dengan OPEC satu tahun lagi hingga akhir 2023.
Pertemuan OPEC+ berikutnya akan berlangsung pada 4 Desember. OPEC+ akan pindah ke pertemuan setiap enam bulan, bukan pertemuan bulanan.
Biden Kecewa
Gedung Putih mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Biden "kecewa dengan keputusan picik OPEC+ untuk memotong kuota produksi sementara ekonomi global menghadapi dampak negatif lanjutan dari invasi ke Ukraina."
Dikatakan bahwa Biden telah mengarahkan Departemen Energi untuk melepaskan 10 juta barel lagi dari cadangan minyak strategis bulan depan.
"Mengingat tindakan hari ini, Administrasi Biden juga akan berkonsultasi dengan Kongres tentang alat dan otoritas tambahan untuk mengurangi kendali OPEC atas harga energi," kata Gedung Putih.
Pernyataan itu menambahkan bahwa pengumuman OPEC+ berfungsi sebagai "pengingat mengapa sangat penting bahwa Amerika Serikat mengurangi ketergantungannya pada sumber bahan bakar fosil asing."
Berbicara pada konferensi pers, Sekretaris Jenderal OPEC Haitham Al Ghais membela keputusan kelompok itu untuk memberlakukan pengurangan produksi yang dalam, dengan mengatakan OPEC+ berusaha untuk memberikan "keamanan (dan) stabilitas ke pasar energi."
"Semuanya memiliki harga. Keamanan energi memiliki harga juga," jawab Al Ghais kepada CNBC Internasional.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ras/ras)