
Jualan Obligasi Korporasi Makin Sulit, Kena Efek Operasi BI

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah penjamin emisi obligasi korporasi mulai mengeluhkan betapa sulitnya situasi saat ini. Menjual 'barang swasta' di tengah-tengah gempuran surat berharga jangka pendek yang diobral oleh bank sentral dengan imbal hasil menawan.
"Rada seret, soalnya BI (Bank Indonesia) juga jualan obligasi yang pendek, makanya yield SUN (Surat Utang Negara) yang pendek agak tinggi," ujar salah satu petinggi di salah satu sekuritas penjamin emisi papan atas, kepada CNBC Indonesia.
Situasinya menurut dia jauh lebih sulit tahun ini dibandingkan tahun lalu, meskipun dampak pandemi Covid 19 lebih parah. Ini karena kebijakan agresif Bank Indonesia menaikkan suku bunga membuat mereka seolah-olah harus bersaing dengan bank sentral memperebutkan likuiditas di pasar.
Padahal, beda tujuan. "Strategi BI mungkin mau serap likuiditas, tetapi yang kena bond market," ujar dia.
Tak hanya obligasi korporasi, pedagang SBN juga mengaku sepi order meskipun yield yang ditawarkan saat ini cukup menarik. Selain karena operasi bank sentral, kaburnya investor asing dari pasar domestik menjadikan pekerjaan mereka menjadi lebih sulit, keluh seorang pedagang obligasi di bank swasta besar di Jakarta.
Akibatnya, para penerbit obligasi korporasi harus membujuk emiten penerbit untuk memberi kupon tinggi agar mendapatkan atensi pembeli. Sebagai contoh, perusahaan pelat merah sekelas PT Wijaya Karya Tbk saja menawarkan obligasi tenor tiga tahun pada kupon antara 8,90% - 10,40%, bayangkan setinggi apa bila yang menawarkan adalah swasta murni.
Dalam teori, perlombaan pasang bunga tinggi inilah dampak dari apa yang disebut sebagai crowding effect. Tampaknya, ini mulai terjadi saat ini.
Padahal, data PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menunjukkan bila bisnis penjualan obligasi korporasi mulai siuman pada paruh pertama tahun ini. Jumlah penerbitannya mencapai Rp73 triliun, naik hingga 67% dibandingkan periode yang sama 2021.
Data Bursa Efek Indonesia (BEI) saat ini ada 13 emisi dari sepuluh penerbit yang berencana untuk mencatatkan obligasi dan sukuk pada tahun ini. Sementara sampai akhir September lalu, jumlah pencatatan obligasi dan sukuk mencapai 99 emisi dari 66 penerbit dengan total dana terhimpun Rp122 triliun.
Kebijakan suku bunga ketat yang ditempuh BI memang ditujukan guna memerangi inflasi. Dilakukan dengan operas pasar penjualan surat berharga di pasar dengan tingkat bunga yang menarik. Harapannya, dengan menarik sebanyak mungkin likuiditas di pasar, maka permintaan akan turun dan dengan sendirinya harga ikutan turun.
Tapi, efeknya tak hanya mengena pedagang obligasi, kenaikan suku bunga juga memukul warga biasa yang memiliki cicilan kredit akibat suku bunga pinjaman ikut naik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mum/mum)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article OJK Ingatkan Hantu yang Bayangi Investasi Industri Asuransi