Kabar Baik! Rupiah Balik ke Rp 15.200/US$, Juara 1 Di Asia!

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah berhasil melibas dolar Amerika Serikat (AS) hingga pada pertengahan perdagangan Rabu (05/10/2022), melanjutkan penguatannya sejak kemarin. Bahkan, Mata Uang Tanah Air menduduki juara pertama di Asia dengan penguatan terbesar terhadap dolar AS.
Mengacu pada data Refinitiv, rupiah menguat tajam pada pembukaan perdagangan sebanyak 0,62% ke Rp 15.150/US$. Sayangnya, rupiah memangkas penguatannya menjadi hanya 0,3% ke Rp 15.200/US$ pada pukul 11:00 WIB.
Penguatan Mata Uang Garuda dipicu oleh terkoreksinya indeks dolar AS di pasar spot. Indeks dolar AS telah terkoreksi 3,5% dalam 5 hari perdagangan. Meski, pada pukul 11:00 WIB, indeks dolar AS kembali menguat 0,26% ke posisi 110,34.
Namun, penguatan tersebut masih membuat indeks dolar berada di level 110, jauh dari rekor tertingginya pada level 114. Sehingga, peluang rupiah untuk menguat menjadi terbuka lebar.
Dari Negeri Star and Stripes, pada Selasa (4/10), Presiden bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) San Francisco Mary Daly menyatakan bahwa The Fed telah mempertimbangkan beberapa langkah untuk menurunkan inflasi yang tinggi dengan mencari cara yang paling minim dampaknya terhadap perekonomian AS.
" Jika kami melakukan pekerjaan kami dengan baik, dan kami berkomunikasi kepada publik mengapa kami melakukan apa yang kami lakukan, dan mengapa jalur suku bunga yang kami ambil diperlukan untuk menurunkan inflasi, dan bahwa stabilitas harga bagi kami sangat penting, seperti melakukannya selembut mungkin sehingga ekonomi dapat berada dalam keadaan seimbang semudah mungkin - apa pun bentuknya, kita akan mengambil jalan termudah yang bisa kita temukan, "kata Daly dikutip Reuters.
Daly juga mengatakan bahwa The Fed juga memperhatikan dampak apresiasi dolar AS dan kenaikan suku bunga terhadap pertumbuhan ekonomi global, karena tentunya ketika perekonomian negara lain melambat, maka perekonomian AS juga akan berdampak negatif. Daly menyatakan bahwa The Fed tidak akan bertindak terlalu agresif.
"Jika Eropa mengalami resesi, itu adalah angin sakal, jika China goyah, itu adalah angin sakal bagi pertumbuhan kami, dan kami harus memperhitungkannya sehingga kami tidak berakhir dengan kebijakan pengetatan yang berlebihan," katanya.
Namun, Daly kembali menekankan tujuan The Fed yang utama yakni menurunkan inflasi ke target 2%. Sehingga kenaikan suku bunga acuan oleh The Fed pada pertemuan selanjutnya masih berpeluang terjadi.
Sementara itu, dari dalam negeri tampaknya investor perlu mencermati rilis data cadangan devisa yang dijadwalkan akan dirilis pada Jumat (7/10/2022). Cadangan devisa yang baik tentunya dapat menjaga kestabilan nilai tukar rupiah.
Di Asia, ternyata rupiah tidak sendirian. Mayoritas mata uang di Asia berhasil menguat, di mana Mata Uang Garuda menjadi mata uang yang terapresiasi terbanyak. Pada urutan kedua, terdapat dolar Taiwan yang menguat 0,23% terhadap si greenback.
Sementara, dolar Singapura dan dolar Hong Kong terkoreksi tipis yang masing-masing sebesar 0,06% dan 0,01% di hadapan dolar AS.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aaf/aaf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bye Dolar! Rupiah Mengangkasa Pekan Ini
