
Risiko "Housing Crash" di Inggris Nyata, Dipicu Suku Bunga

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketakutan akan kehancuran sektor perumahan di Inggris semakin nyata, sejak pengumuman pemotongan pajak oleh pemerintah telah mendorong ekspektasi suku bunga tinggi. Hal ini memicu kenaikan suku bunga kredit kepemilikan rumah (KPR).
Pengumuman budget mini oleh Menteri Keuangan Inggris Kwasi Kwarteng tentang dana pemotongan pajak senilai 45 miliar poundsterling (US$50.5 miliar) pada 23 September lalu telah memicu kenaikan imbal hasil (yield) obligasi negera Inggris secara signifikan. Padahal, yield obligasi adalah acuan utama bank KPR di Inggris untuk menetapkan suku bunga konsumen.
Bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) memang merespon shock di pasar obligasi dengan pembelian secara besar-besaran, khususnya surat utang berjatuh tempo panjang. Namun, Kepala Ekonom Oxford Andrew Goodwin menekankan akan ada banyak masalah di masa mendatang, khususnya bila menilik pasar perumahan.
"Program pembelian sementara obligasi oleh BoI memang menurunkan suku bunga swap, tetapi tetaplah tinggi dan sejumlah bank sudah merespons dengan menaikkan suku bunga KPR-nya secara signifikan," ujar Goodwin, Jumat pekan lalu seperti dikutip dari CNBC Internasional.
Kemahalan
Ekonom Oxford menilai bila tingkat suku bunga masih bertahan pada level yang sekarang ditawarkan pana konsumen, harga perumahan di Inggris sudah terlalu mahal. Paling tidak 30% kemahalan bila membandingkannya dengan tingkat kemampuan membayar KPR masyarakat.
"Angka prevalensi tinggi pada deal suku bunga tetap dapat membantu meredam pukulan pada kreditur eksisting KPR, tetapi sulit untuk melihat bagaimana penurunan tajam pada transaksi dan koreksi harga dapat dihindari," ujar Goodwin.
Kallum Pickering, ekonom senior Berenberg, mencatat sektor perumahan sudah masuk tren penurunan dalam beberapa bulan belakangan ini karena permintaan yang melambat. Dipicu oleh kenaikan suku bunga pinjaman, dan pendapatan yang tertekan.
"Tetapi, setelah aksi panik jual di pasar obligasi dan ketakutan jika BoE akan menaikkan suku bunga hingga 6,0% tahun depan, bank-bank mulai menarik diri dari kesepakatan KPR dengan tergesa-gesa," ujar Pickering.
Sejumlah bank menghentikan program KPR untuk debitur baru, sementara banyak yang akhirnya kembali dengan penawaran menetapkan suku bunga tinggi.
"Beberapa bank sudah menaikkan penawaran suku bunganya untuk skema KPR lima tahun bunga tetap di kisaran 5,5%-5,5%, dengan angka mendekati 6% untuk KPR baru. Angka tersebut hampir 200 basis poin di atas rata-rata rate KPR yang sama bulan Agustus," kata Pickering.
Ekspektasi Suku Bunga
Apakah suku bunga tetap KPR akan naik atau mulai moderate di Inggris akan tergantung dari arah ekspektasi terhadap suku bunga.
Ekspektasi bila suku bunga ke depan akan tinggi akan memangĀ mulai mereda, turun dari 6%, setelah pemerintah Inggris membatalkan rencana menghapus tarif tertinggi pajak pendapatan. Namun, analis disana meyakini itu tidak meredakan kegelisahan pasar.
BoE sudah menaikkan suku bunga sebanyak enam kali tahun ini, dari 0,25% di akhir 2021 menjadi 2,25% sekarang. Adapun pasar sudah ancang-ancang bila suku bunga bisa mencapai lebih dari 5% pada 2023.
Hal tersebut diyakini terjadi dan menjadi kejutan bagi banyak rumah tangga di Inggris yang puluhan tahun menikmati suku bunga rendah.
Senior Wakil Presiden DBRS Morningstar Maria Rivas memberi catatan, dengan kombinasi antara ekspektasi kenaikan suku bunga dan perlambatan ekonomi, akan membuat bank tetap berhati-hati dalam memberikan nilai dan harga untuk KPR perumahan, serta produk pinjaman lain di bulan-bulan yang akan datang.
"Khususnya untuk debitur di Inggris, kami melihat hal tersebut akan segera menjadi kenyataan. Umumnya pasar di Inggris, kebanyakan kontrak KPR merupakan suku bunga tetap jangka pendek, antara dua sampai lima tahun," ujar Rivas.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mum/mum)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Inggris Terancam Resesi karena Inflasi, Poundsterling Bye!