
Jeblok Terus! Rupiah Tembus Rp 16.000/US$ di Kuartal IV?

Isu resesi dunia di 2023 membuat dolar AS menjadi primadona, istilah cash is the king kembali muncul.
Dalam beberapa tahun terakhir, istilah cash is the king muncul beberapa kali. Yang terdekat, saat awal pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19).
Kali ini, istilah cash is the king dilontarkan langsung oleh Deputi Gubernur BI Aida S Budiman.
"Kita kenal istilah higher for longer (untuk suku bunga di berbagai negara) yang menimbulkan ketidakpastian global dan pasar keuangan, diikuti Eropa. Sehingga mata uang dolar AS mengalami peningkatan tertinggi dalam sejarahnya dan mengalami tekanan cash is the king," jelas Aida dalam Diskusi Publik Memperkuat Sinergi untuk Menjaga Stabilitas Perekonomian, Rabu (28/9/2022).
Istilah cash is the king merujuk pada fenomena di mana para pelaku pasar lebih memilih memegang cash. Tetapi bukan sembarangan cash, hanya dolar AS.
Dolar AS pun diprediksi belum mencapai puncaknya.
"Dolar AS yang menyandang status safe haven akan terus menarik minat pelaku pasar, akibat ketakutan resesi global yang samakin besar dalam beberapa bulan ke depan. Dalam pandangan kami, indeks dolar AS akan mencapai puncaknya di 115 pada semester pertama 2023," kata ekonom ANZ Bank, sebagaimana dilansir FX Street, Rabu (28/9/2022).
Artinya, rupiah berisiko tertekan. Meski demikian, dengan fundamental dalam negeri yang membaik, rupiah tentunya bisa menahan tekanan tersebut.
Bank Indonesia (BI) memiliki cadangan devisa yang cukup besar untuk melakukan triple intervention guna menstabilkan nilai tukar rupiah.
Pada 1998, cadangan devisa Indonesia 'hanya' belasan miliar dolar AS. Per akhir Agustus 2022, cadangan devisa mencapai US$ 132,2 miliar.
Harga komoditas yang melambung tinggi membuat neraca perdagangan mencatat surplus hingga 28 bulan beruntun. Surplus tersebut membantu transaksi berjalan (current account) juga surplus. Sehingga pasokan valuta asing mengalir ke dalam negeri, yang membuat rupiah lebih stabil.
Selain itu, sejak pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19), investor asing ramai-ramai menarik dananya dari pasar Surat Berharga Negara (SBN).
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), sepanjang tahun ini hingga 26 September terjadi capital outflow di pasar SBB hingga Rp 150 triliun.
Alhasil, kepemilikan SBN oleh investor asing kini kurang dari 15%. Bagi rupiah, hal ini bisa menguntungkan sebab risiko terjadi capital outflow kemungkinan tidak akan besar lagi, dan stabilitas rupiah lebih terjaga.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Analisis Teknikal
