Bursa Asia Makin 'Hancur', Nikkei-Hang Seng Ambruk 2% Lebih!
Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa bursa Asia-Pasifik kembali terkoreksi parah pada perdagangan Rabu (28/9/2022) pagi waktu Indonesia, di tengah masih lesunya bursa saham global.
Per pukul 09:30 WIB, beberapa indeks saham terkoreksi hingga lebih dari 2%, di antaranya indeks Nikkei 225 Jepang yang ambruk 2,21% ke posisi 25.984,51, Hang Seng Hong Kong anjlok 2,48% ke 17.417,63, dan KOSPI Korea Selatan longsor 2,51% menjadi 2.168,11.
Sedangkan untuk indeks Straits Times Singapura merosot 1,03% ke 3.132,81, ASX 200 Australia terkoreksi 0,86% ke 6.440,3, Shanghai Composite China melemah 0,76% ke 3.070,39, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpangkas 0,47% menjadi 7.078,82.
Dari Jepang, bank sentral (Bank of Japan/BoJ) setuju untuk mempertimbangkan penurunan tajam yen baru-baru, di mana hal ini menjadi salah satu pendorong mulai meningginya inflasi di Jepang. Pertimbangan ini pun dibahas dalam rapat kebijakan moneter BoJ hari ini.
Salah satu anggota BoJ mengatakan bahwa tekanan di yen dapat mereda karena adanya perlambatan ekonomi global mulai membebani inflasi dan suku bunga jangka panjang di seluruh dunia.
"Jika ekonomi global mengalami guncangan, ada kemungkinan tren yen yang lemah saat ini bisa berubah menjadi tren yen yang kuat," kata anggota dewan BoJ lainnya, dikutip dari Channel News Asia.
Pada pertemuan 20 Juli hingga 21 Juli, BoJ memproyeksikan inflasi akan melebihi target 2% pada tahun ini. Meski kini inflasi sudah berada di atas target, tetapi mereka masih mempertahankan suku bunga ultra longgarnya dan mengisyaratkan tekadnya untuk menjaga moneter super longgar.
Pada periode Agustus 2022, inflasi di Negeri Sakura naik menjadi 2,8%, dari sebelumnya pada Juli lalu di 2,4%. Angka inflasi Jepang bulan lalu menjadi yang tertinggi sejak 2014.
BoJ memandang kenaikan harga saat ini sebagai sementara. Ini terkait dengan peristiwa luar biasa seperti perang di Ukraina.
Bursa Asia-Pasifik yang kembali terkoreksi terjadi di tengah masih lesunya bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street pada perdagangan kemarin.
Indeks Dow Jones ditutup melemah 0,43% dan S&P 500 terkoreksi 0,21%. Namun untuk indeks Nasdaq Composite berhasil menguat 0,25%.
Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) diprediksi masih akan bersikap hawkish hingga tahun depan. Pasar melihat kemungkinan 65% dari pergerakan 75 basis poin (bp) lebih lanjut pada pertemuan The Fed berikutnya pada November mendatang.
Dengan masih hawkish-nya The Fed hingga tahun depan, maka pelaku pasar semakin khawatir bahwa potensi perlambatan ekonomi hingga berujung resesi akan terjadi paling cepat akhir tahun hingga awal tahun depan.
Di lain sisi, dolar AS yang semakin perkasa membuat 'korban' baru. Setelah pada Senin kemarin mata uang poundsterling Inggris menyentuh level terendahnya sejak tahun 1985, kini mata uang China yakni yuan turut terkena imbas dari kuatnya sang greenback. Yuan menembus 7,2 terhadap dolar, menjadi level terlemah sejak awal 2008.
Sementara untuk indeks dolar AS juga menguat 0,33% dan makin perkasa, di mana saat ini diperdagangkan pada 114,47.
Yuan menjadi korban keganasan dolar AS berikutnya, sebelumnya ada yen Jepang, euro, dan poundsterling bahkan menyentuh level terlemah sepanjang sejarah.
Jebloknya nilai tukar yuan menjadi perhatian bank sentral China (People's Bank of China/PBoC). PBoC pada Senin lalu mengumumkan kenaikan risk reserve requirement ratio untuk institusi finansial yang akan membeli valuta asing melalui kontrak forward menjadi 20% dari sebelumnya 0%, dan dimulai hari ini.
Pelaku pasar melihat aksi China untuk menstabilkan yuan tersebut sebagai sinyal ada kekhawatiran yang lebih besar dari melonjaknya nilai tukar dolar AS. PBoC juga berusaha mempertahankan agar sentimen pasar tetap positif.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/vap)