Sinyal Nggak Enak Buat IHSG Nih... Bursa Asia Loyo Lagi

Market - Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
28 September 2022 08:43
Passersby are reflected on an electronic board showing the exchange rates between the Japanese yen and the U.S. dollar, the yen against the euro, the yen against the Australian dollar, Dow Jones Industrial Average and other market indices outside a brokerage in Tokyo, Japan, August 6, 2019.   REUTERS/Issei Kato Foto: Bursa Tokyo (REUTERS/Issei Kato)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung melemah pada perdagangan Rabu (28/9/2022), di tengah masih lesunya bursa saham Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa kemarin.

Indeks Nikkei 225 Jepang dibuka melemah 0,56%, Hang Seng Hong Kong ambles 1,12%, Shanghai Composite China dan Straits Times Singapura terkoreksi 0,25%, dan KOSPI Korea Selatan merosot 0,8%. Tetapi, untuk indeks ASX 200 Australia pada hari ini dibuka menguat 0,13%.

Dari Jepang, bank sentral (Bank of Japan/BoJ) setuju untuk meneliti bagaimana pergerakan tajam yen baru-baru ini dapat mempengaruhi inflasi, di mana hal ini dibahas dalam rapat kebijakan moneter BoJ hari ini.

Salah satu anggota BoJ mengatakan bahwa tekanan di yen dapat mereda karena adanya perlambatan ekonomi global mulai membebani inflasi dan suku bunga jangka panjang di seluruh dunia. "Jika ekonomi global mengalami guncangan, ada kemungkinan tren yen yang lemah saat ini bisa berubah menjadi tren yen yang kuat," kata anggota dewan BoJ lainnya, dikutip dari Channel News Asia.

Pada pertemuan 20 Juli hingga 21 Juli, BoJ memproyeksikan inflasi akan melebihi target 2% pada tahun ini. Meski kini inflasi sudah berada di atas target, tetapi mereka masih mempertahankan suku bunga ultra longgarnya dan mengisyaratkan tekadnya untuk menjaga moneter super longgar.

Pada periode Agustus 2022, inflasi di Negeri Sakura naik menjadi 2,8%, dari sebelumnya pada Juli lalu di 2,4%. Angka inflasi Jepang bulan lalu menjadi yang tertinggi sejak 2014.

BoJ memandang kenaikan harga saat ini sebagai sementara. Ini terkait dengan peristiwa luar biasa seperti perang di Ukraina.

Cenderung melemahnya kembali bursa Asia-Pasifik pada hari ini terjadi di tengah masih lesunya bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street pada perdagangan kemarin, karena investor masih waswas akan resesi pasca ramalan suku bunga yang lebih agresif meskipun akan memukul ekonomi.

Indeks Dow Jones ditutup melemah 0,43% ke posisi 29.134,99 dan S&P 500 terkoreksi 0,21% ke 3.647,29. Namun untuk indeks Nasdaq Composite berhasil menguat menjadi 10.829,5.

"Kami tidak melihat pengurangan cepat atau pengembalian ke inflasi 2%, menjaga The Fed dalam mode kenaikan. Ini menyiratkan lebih banyak volatilitas dan kebutuhan untuk kehati-hatian dan keseimbangan dalam alokasi ekuitas," kata Tony DeSpirito, kepala investasi BlackRock untuk Fundamental AS, dikutip dari CNBC International.

Pasar melihat kemungkinan 65% dari pergerakan 75 basis poin (bp) lebih lanjut pada pertemuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) berikutnya pada November mendatang.

Aksi jual baru-baru ini tampaknya menjadi katalis, termasuk The Fed yang agresif untuk menaikkan suku bunga yang pada akhirnya mengguncang pasar mata uang. Pada Senin lalu, nilai tukar poundsterling merosot ke rekor terendah terhadap dolar AS, membuat investor cemas.

Sementara itu, Presiden The Fed Chicago, Charles Evans mengisyaratkan beberapa kekhawatiran tentang The Fed yang menaikkan suku terlalu cepat untuk melawan inflasi.

Proyeksi tersebut yang akhirnya membuat pasar keuangan global kembali dilanda koreksi dalam beberapa hari terakhir.

"The Fed perlu menaikkan suku bunga setidaknya satu poin persentase tahun ini," kata Charles Evans.

Di sisi lain, data indeks kepercayaan konsumen (IKK) AS naik untuk bulan kedua berturut-turut pada bulan September, karena harga gas yang moderat dan harapan bahwa tekanan inflasi mungkin mereda membantu mengangkat kepercayaan konsumen di AS.

IKK naik menjadi 108 dari 103,6 yang direvisi pada Agustus, angka ini juga menjadi yang tertinggi sejak April.

IKK menggunakan angka 100 sebagai ambang batas. Di atasnya berarti optimistis, di bawahnya adalah pesimistis. Hal ini menandakan bahwa konsumen di Negeri Paman Sam masih cenderung optimis meski potensi resesi global masih cukup besar.

TIM RISET CNBC INDONESIA


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Wall Street Ambruk, Bursa Asia Bervariasi, Waspada IHSG!


(chd)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading