Ini Dia Pemilik Instagram Hingga TikTok, Medsos Kesayangan RI

Feri Sandria, CNBC Indonesia
26 September 2022 13:40
Logo Meta
Foto: Logo Meta (EUTERS/Dado Ruvic)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejak Facebook pertama diluncurkan dan menjadi sensasi global, media sosial menjadi bagian integral dari kehidupan modern, termasuk bagi warga Indonesia.

Lanskap media sosial juga mengalami banyak perubahan seiring berjalannya waktu, dengan sejumlah pemain besar yang sempat berjaya seperti My Space dan Path kini sudah tidak relevan dan sudah berhenti beroperasi.

Pemberhentian operasional tidak hanya terjadi pada pemain yang relatif kecil, melainkan juga milik konglomerasi raksasa seperti Google yang mengibarkan bendera putih di perang media sosial pasca ditutupnya akses Google Plus.

Lalu apa saja media sosial yang paling banyak digunakan di Tanah Air dan siapa saja konglomerasi atau taipan besar dibaliknya?

Mengacu pada riset Social Media Habit and Internet Safety yang dilakukan oleh perusahaan riset pasar Populix, setidaknya ada 6 media sosial utama yang rajin diakses oleh masyarakat Indonesia.

Meta masih menjadi penguasa

Tiga dari enam sosial media utama yang dekat dengan jari netizen Indonesia merupakan unit bisnis dari Grup Meta, konglomerasi bisnis milik Marks Zuckerberg.

Meta yang semula bernama Facebook, kini menjadi induk perusahaan setelah portofolio bisnis bertambah. Selain Facebook, perusahaan juga membawahi dua raksasa media sosial lainnya yakni aplikasi berbagai foto dan video pendek Instagram serta aplikasi pesan singkat Whatsapp (WA).

Kepopuleran aplikasi tersebut tidak perlu diragukan lagi, dengan Instagram menjadi ceruk ekonomi baru serta WA secara defacto telah menggantikan posisi SMS yang sempat ramai digunakan pada era tahun 2000-an.

Sosial media ini menjadi sumber cuan utama Zuckerberg dan menempatkan dirinya sebagai salah satu orang terkaya di dunia. Meski demikian, status quo Meta saat ini terancam dengan hadirnya sejumlah sosial media baru dan terlihat dari turunnya jumlah pengguna aktif bulanan di Facebook untuk pertama kalinya dalam sejarah tahun ini.

Selain itu Meta yang bisnis utamanya adalah periklanan, saat ini juga terancam oleh gelombang baru pengguna yang mulai sadar akan privasi data. Sebagian besar pendapatan mereka ikut terpangkas pasca Apple mengumumkan perubahan pada sistem operasi selulernya yang akan memberi pengguna iPhone kesempatan untuk memberi tahu pembuat aplikasi agar tidak mengikuti mereka di internet.

Sistem pelacakan itu adalah tulang punggung infrastruktur periklanan internet yang dijalankan Meta. Kebijakan ini pada dasarnya membuat iklan yang tampil menjadi kurang relevan, sehingga uang periklanan juga ikut turun.

Kedua hal tersebut akhirnya membuat saham Meta tersungkur tajam dan sejak awal tahun kapitalisasi pasarnya telah turun 58,52%.

Google juara video panjang

Google menjadi pemimpin di segmen video panjang lewat YouTube. Dalam survei Populix, YouTube juga masih menjadi raja media sosial di Indonesia dengan 94% responden yang disurvei menyebut bahwa mereka menggunakan aktif aplikasi ini dalam satu bulan sebelum survei dilaksanakan.

Secara global, YouTube juga merupakan situs paling banyak dikunjungi nomor dua, hanya kalah dari mesin pencari Google. Perusahaan berbagi video ini pertama kali diluncurkan tahun 2005 dan setahun kemudian diakuisisi oleh Google senilai US$ 1,65 miliar dalam bentuk saham Google.

Google yang didirikan oleh Larry Page dan Sergey Brin merupakan salah satu perusahaan paling berharga di dunia dan masuk dalam jajaran elite perusahaan dengan valuasi di atas US$ 1 triliun dolar. Meski demikian saham perusahaan tahun ini telah melemah 32%, akibat pengetatan kondisi moneter dan membuat pasar saham AS jatuh ke tren bearish.

ByteDance jadi penantang baru

Meski sempat memperoleh stigma negatif pada awal mula masuk ke Indonesia, perlahan TikTok menjadi salah satu media sosial yang paling membuat candu netizen Indonesia. Aplikasi ini juga banyak digunakan oleh demografi yang lebih muda.

TikTok dimiliki oleh perusahaan startup paling berharga di dunia saat ini asal China, ByteDance. Meski dapat menjadi 'jagal' bagi sosial media milik Meta, seperti Instagram dan Facebook, penggunaan TikTok mendapat banyak tantangan, termasuk di Amerika Serikat. Hal ini disebabkan oleh ancaman keamanan data yang oleh pengambil kebijakan AS ditakutkan akan disalahgunakan demi kepentingan partai penguasa di China.

Perusahaan tahun lalu sempat berencana akan melakukan penawaran publik perdana, namun urung dilaksanakan karena kondisi pasar modal yang kurang optimal tahun ini. Baru-baru ini perusahaan dilaporkan Reuters akan menghabiskan hingga US$ 3 miliar untuk membeli kembali (buyback) saham dari pemegang saham yang ada dengan kisaran harga hingga US$ 176,94 per saham.

Kesepakatan itu akan memberi valuasi perusahaan sekitar US$ 300 miliar, yang lebih tinggi dari sebagian besar penawaran di pasar sekunder ekuitas swasta, menurut keterangan orang yang mengetahui masalah tersebut. Valuasi tersebut menjadikan ByteDance sebagai perusahaan startup paling bernilai di dunia, mengungguli SpaceX milik Elon Musk.

Twitter tempat netizen ribut

Meski penggunanya tidak sebanyak media sosial yang disebutkan sebelumnya, Twitter tetap menjadi salah satu media sosial paling berpengaruh di Indonesia.

Sebagian besar keributan dunia maya dimulai atau berlangsung dari aplikasi dengan logo burung biru tersebut. Pembicaraan yang terjadi ikut menjadi trending topic dan kemudian didiskusikan luas oleh masyarakat.

Jakarta sendiri pernah didaulat menjadi kota dengan pengguna Twitter paling aktif di dunia tahun 2012 silam, berdasarkan laporan "Geolocation Analysis of Twitter Accounts and Tweets," yang dilakukan oleh firma riset yang berbasis di Paris, Semiocast.

Kini keributan tidak hanya terjadi dalam aplikasi saja, para petinggi dan pemegang saham perusahaan juga sedang dalam mode perang di tengah polemik panjang proses akuisisi perusahaan.

Elon Musk yang semula berencana mengakuisisi Twitter senilai US$ 44 miliar atau US$ 54,2 per saham, kini telah membatalkan rencana tersebut. Elon menyebut bahwa Twitter tidak jujur dalam menyebutkan jumlah bot dan jumlah pengguna aktif harian yang dapat dimonetisasi. Twitter membantah hal tersebut, dan menuding balik pihak Elon yang tidak melakukan due diligence, meski telah diberikan waktu.

Saat ini proses hukum terkait akuisisi Twitter masih berlangsung di pengadilan AS. Sidang tersebut akan dilanjutkan pada tanggal 17 Oktober mendatang, lebih awal dari pertengahan November yang diminta tim Elon Musk.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular