
Ikuti Gaya Amerika! BI Bikin Shock Kerek Bunga Jadi 4,25%

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) kembali mengejutkan pasar. Setelah pada Agustus menaikkan suku bunga acuan untuk pertama kalinya dalam 45 bulan, BI pada hari ini menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 bps menjadi 4,25%.
Kenaikan BI7DRR sebesar 50 bps di atas ekspektasi pasar. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 14 institusi menunjukkan 12 lembaga/institusi memperkirakan bank sentral akan mengerek BI7DRR sebesar 25 bps dan hanya dua lembaga/institusi yang memproyeksi kenaikan sebesar 50 bps.
Terakhir kali BI menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps adalah pada Juni 2018 sebagai langkah pre-emptive dan front-loading mengantisipasi pengetatan kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed).
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada hari ini juga memutuskan untuk menaikkan suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 3,50%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 bps menjadi 5,00%.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan kenaikan suku bunga sebagai bagian dari langkah pre-emptive, front-loading da nforward looking untuk menekan ekspektasi inflasi. Ekspektasi diperkirakan akan melonjak setelah kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Subsidi pada 2 September lalu.
"Kenaikan suku bunga untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi inti kembali ke sasarannya. Yang kita kendalikan adalah inflasi inti karena itu menunjukkan sisi permintaan," tutur Perry dalam konferensi pers hasil RDG Bulanan Bulan September 2022, Kamis (22/9/2022).
Perry memperkirakan laju inflasi bisa menembus 5,89% (year on year /yoy) pada bulan ini dan di atas 6% pada akhir tahun 2022. Sementara itu, inflasi inti diperkirakan menyentuh 4,6% pada tahun ini.
Tingginya inflasi dipicu oleh besarnya dampak kenaikan harga BBM Subsidi yang datang dari dampak langsung dan dampak lanjutan atau second round effect seperti ongkos produksi dan transportasi.
Penelitian BI ini menunjukkan dampak second round, berlangsung kurang lebih 3 bulan. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi umum pada Agustus tercatat 4,69% (yoy) sementara inflasi inti tercatat 3,04% (yoy) atau yang tertinggi sejak November 2019 (3,08%).
"Keputusan hari ini front-loading, pre-emptive, dan forward looking untuk memastikan inflasi inti di bawah 4% tahun depan," imbuh Perry
Kenaikan suku bunga BI secara agresif ini sejalan dengan tren kenaikan suku bunga di tingkat global. Sejumlah bank sentral menaikkan suku bunga acuan secara agresif mulai dari bank sentral Amerika Serikat (AS), Inggris, Australia, hingga Swiss.
Kamis dini hari tadi, bank sentral AS The Federal Reserve menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps.
Perry menegaskan kebijakan pre-emptive dibutuhkan saat ini karena ada transmisi dalam kebijakan moneter. "Perlu dilakukan agar dampak second round effect tidak terlalu tinggi," ujar Perry.
Dia menambahkan kenaikan suku bunga agresif tidak diperlukan Indonesia ke depan karena inflasi diyakini akan turun. Data BI menunjukkan kubu MH Thamrin selalu menaikkan suku bunga agresif pada tahun-tahun ada kenaikan harga BBM serta tren kebijakan moneter ketat di tingkat global.
Pada 2013, misalnya, BI menaikkan suku bunga acuan sebesar 150 bps sepanjang Juni-Desember 2013 setelah pemerintah menaikkan harga BBM pada Juni.
Ekonom Bank Danamon Irman Faiz memperkirakan BI masih akan hawkish ke depan. Bank sentral RI tersebut diperkirakan masih bisa menaikkan suku bunga acuan 75-100 bps hingga Desember.
"BI berkomitmen untuk menekan inflasi ke target sasaran mereka pada paruh kedua tahun depan. Karena itu, kami melihat BI akan mempertahankan kebijakan ahead the curve dengan lebih banyak kenaikan suku bunga ke depan," tutur Irman, kepada CNBC Indonesia.
Ekonom Bank Mandiri Faizal Rachman memperkirakan kebijakan BI akan beralih dari kebijakan moneter longgar kepada kebijakan moneter ketat secara agresif. Langkah itu diambil untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri
"BI akan terus menaikkan suku bunga acuan hingga menjadi 5,0% pada akhir 2022 dan 5,25% pada 2023," tutur Faisal.
Proyeksi Bank Mandiri lebih tinggi dibandingkan perkiraan sebelumnya di mana BI diproyeksikan akan menaikkan suku bunga acuan menjadi 4,75% pada tahun ini.
Sebagai catatan, sebelum kenaikan sebesar 25 bps pada Agustus 2022, BI menahan suku bunga acuan sebesar 3,50% selama 18 bulan terakhir. Level 3,5% adalah suku bunga acuan terendah dalam sejarah Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Catatan Sejarah! BI Selalu Tancap Gas Saat Dunia Kacau Balau
