Awas! Bank Sering Diretas, Duit Rp 1,2 Triliun Pernah Lenyap
Jakarta, CNBC Indonesia - Hacker Bjorka membuat heboh Indonesia pada pekan lalu, dengan membocorkan data para pejabat dan lembaga publik maupun pemerintah. Namun, banyak juga yang menyangsikan aksi Bjorka tersebut, hingga muncul spekulasi hanya pengalihan isu.
Benar atau tidak aksi Bjorka tersebut, di era digital peretasan memang menjadi salah satu masalah utama. Bahkan, Bisa menyebabkan kerugian yang sangat besar.
Perusahaan telekomunikasi asal Amerika Serikat (AS) pada Mei lalu merilis laporan kebocoran data sepanjang 2021.
Dalam laporan tersebut, Verizon melaporkan sepanjang 2021 terjadi aksi peretasan sebanyak 23.896 kasus di berbagai industri seluruh dunia. Dari jumlah kasus tersebut, kebocoran yang terjadi mencapai 5.212 data. Artinya, setiap lima kali percobaan peretasan, terjadi satu kali kebocoran.
Sektor keuangan menjadi salah satu favorit para hacker. Sepanjang tahun lalu tercatat ada 2.527 kasus peretasan. Jumlah tersebut lebih sedikit ketimbang sektor profesional, administrasi publik dan informasi.
Namun yang mengkhawatirkan, sektor keuangan justru yang paling banyak mengalami kebocoran data. Tercatat ada 690 data bocor. Jumlah tersebut sedikit lebih banyak dari sektor profesional yang mengalami kebocoran data sebanyak 681, dengan jumlah serangan siber jauh lebih banyak, yakni 3.566.
Meski demikian, tidak dijelaskan seberapa sensitif data yang berhasil dibobol.
Pelaku peretasan di sektor finansial berasal dari eksternal dengan persentase 73%. Dari total peretasan, sebesar 95% motifnya adalah uang, dan 5% spionase.
Dari total serangan siber tersebut, kasus di Asia Pasifik dilaporkan sebanyak 4.114 serangan. Belum diketahui seberapa besar kerugian yang akibat serangan siber tersebut.
Namun, kasus yang paling perhatian yakni kebobolan yang dialami bank sentral Bangladesh pada 2016 lalu. Saat itu, uang senilai US$ 81 juta atau nyaris Rp 1,2 triliun (kurs Rp 14.900/US$) lenyap.
Di dalam negeri, sektor finansial menjadi yang terbesar kedua yang mendapat serangan siber. Hal tersebut diungkapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Mei lalu. Sepanjang 2021 dari total serangan siber, sektor keuangan tercatat mengalami sebesar 22,4%, di bawah sektor manufaktur sebesar 23,2%.
Dari total serangan siber di sektor keuangan, sebanyak 70% ditujukan ke bank, 16% perusahaan asuransi dan 14% sektor keuangan lainnya.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Perampokan Siber Terbesar, Bank Sentral Bangladesh Kebobolan Rp 1,2 Triliun
(pap/pap)