
Sempat Cetak Rekor, IHSG Ternyata Ambrol 1% Sepekan

Jakarta, CNBC Indonesia - Meskipun sempat mencatatkan rekor tertinggi nyatanya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih mencatatkan kinerja kurang cemerlang pada pekan ini. Investor masih cenderung khawatir dampak dari inflasi global yang masih meninggi dan bersiap terhadap kebijakan moneter The Fed.
Sepanjang pekan ini, Indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut merosot 1,02% secara point-to-point. Kendati demikian, IHSG masih melemah tipis 0,05% dalam sebulan, dan masih menguat 1,68% sepanjang 3 bulan terakhir.
Jika melihat data perdagangan sepekan, IHSG tercatat 3 kali menghijau dan hanya 2 kali ambles. Bahkan sempat mencapai rekor tertinggi sepanjang masa di 7.377,49 pada perdagangan Kamis (15/9/2022).
Namun pada perdagangan Jumat (16/9/2022) IHSG mengalami koreksi yang begitu dalam. Indeks ditutup ambruk nyaris 2% ke posisi 7.168,87. IHSG keluar jauh dari zona psikologisnya di 7.300 dan kini berada di zona psikologis 7.100.
Sepanjang pekan ini IHSG diperdagangkan di kisaran 7.163,07 - 7.377,5 dan meninggalkan zona psikologisnya di level 7.300.
Selama sepekan, investor asing tercatat masih melakukan aksi jual bersih (net sell) hingga mencapai Rp 1,59 triliun di seluruh pasar pada pekan ini.
IHSG gagal mempertahankan posisinya di level All Time High(ATH) 7.377,5. Kendati demikian, IHSG sempat mendapat sentimen positif dari dalam negeri pada minggu ini yang datang dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan neraca dagang Indonesia yang surplus selama 28 bulan beruntun sebagai sinyal bahwa fundamental ekonomi Indonesia masih solid.
Neraca perdagangan Indonesia surplus US$ 5,76 miliar pada Agustus 2022. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekspor Indonesia pada periode Agustus 2022 berhasil tumbuh 30,15% secara year on year (yoy) mencapai US$ 27,91 miliar.
Sementara impor pada periode yang sama US$ 22,15 miliar, naik 32,81% yoy. Capaian ini juga sekaligus mencatatkan surplus sebanyak 28 kali berturut-turut.
Pencapaian ini lebih tinggi dari konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 lembaga yang memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Agustus sebesar US$ 4,12 miliar. Surplus menurun tipis dibandingkan Juli 2022 yang mencapai US$ 4,23 miliar.
Namun nyatanya kabar baik dari dalam negeri ini belum mampu menjadi katalis positif bagi IHSG. Gerak IHSG pada minggu ini masih dipengaruhi oleh sentimen luar negeri. Fokus utama tertuju kepada Bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed.
Inflasi yang sangat tinggi telah membuat investor khawatir bahwa The Federal Reserve akan lebih agresif dengan kenaikan suku bunganya, meningkatkan kemungkinan resesi di AS.
Berdasarkan perangkat CME FedWatch, peluang kenaikan suku bunga acuan AS sebesar 75 bp menjadi 3,00-3,25% adalah 80,0%. Sementara peluang kenaikan suku bunga acuan sebesar 100 bp menjadi 3,25-3,50% adalah 20%.
Kenaikan suku bunga berkorelasi negatif terhadap harga saham karena dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi bahkan resesi pada saat ini.
Saat suku bunga meningkat, bunga kredit pun turut naik sehingga akan membebani ekspansi korporasi dan konsumsi rumah tangga. Akibatnya roda ekonomi tidak berputar sehingga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kondisi tersebut kemudian menciptakan pesimisme di pasar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum/vap) Next Article IHSG Balas Dendam, tapi Apa Kuat ke 7.000 Lagi?