Simak! Buka-bukaan BI Soal RI Kekeringan Pasokan Dolar AS

MAIKEL JEFRIANDO, CNBC Indonesia
14 September 2022 08:55
A woman walks past a money exchange shop in Kuala Lumpur, Malaysia, August 25, 2015. REUTERS/Olivia Harris.
Foto: REUTERS/Olivia Harris

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia disebut diterpa masalah yang serius, yaitu mengeringnya likuiditas dolar Amerika Serikat (AS). Hal ini kini menjadi kekhawatiran banyak pihak

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI), Edi Susianto menjelaskan, penyusutan likuiditas dolar AS memang kini terjadi di perbankan. Seiring dengan tingginya permintaan kredit oleh dunia usaha.

"Secara year to date pinjaman valas dari perbankan mengalami peningkatan, sedangkan DPK valas mengalami penurunan," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (14/9/2022)

Mengutip data terakhir Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kredit valas tumbuh signifikanyaitu 16,82%. Sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) valas turun cukup dalam ke level 5,8%.

Faktor lainnya adalah keluarnya modal dari pasar keuangan dalam negeri atau capital outflow, khususnya surat berharga negara (SBN). Sejak awal tahun hingga pekan lalu (year to date/ytd) Rp 143,14 triliun (year to date).

Dalam rentang 5-8 September 2022 outflow pada pasar obligasi mencapai Rp 5,37 triliun. Yield SBN (Surat Berharga Negara) 10 tahun turun ke 7,16% bergerak seirama dengan Yield UST (US Treasury) 10 tahun yang turun ke level 3,317%


"Hal tersebut yang mungkin menyebabkan likuiditas valas agak shrinking," jelasnya.

Meski demikian, Edi tidak melihat itu berpengaruh besar terhadap kondisi nilai tukar rupiah. Apalagi dikaitkan dengan pelemahan tipis nilai tukar dalam dua hari terakhir.

"Namun kalau bicara likuiditas valas di pasar forex saat ini supply demand masih terjaga," ujar Edi. Ketersediaan valuta asing (Valas) ditopang oleh aktivitas eksportir.

Pemerintah dan BI akan kembali menerapkan aturan devisa hasil ekspor (DHE), termasuk sanksi kepada eksportir yang lalai memarkirkan keuntungannya di rekening khusus dalam negeri.

Seperti diketahui, aturan ini direlaksasi oleh BI sepanjang pandemi. Pertengahan Juli lalu, BI pun memperpanjang batas waktu pengajuan pembebasan Sanksi Penangguhan Ekspor (SPE) hingga akhir Desember 2022.

Edi melihat apabila kebijakan tersebut kembali diberlakukan, tentunya berdampak positif terhadap ketersediaan dolar.

"Sedikit banyaknya pasti akan memberikan confident terhadap kondisi likuiditas valas," tutupnya.

Sebelumnya Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perbanas, Aviliani mengingatkan jika masalah likuiditas ini tidak diselesaikan segera maka industri yang memerlukan bahan baku impor akan melirik pendanaan atau kredit dari bank asing.

"Mau tidak mau ya bank kalau gak bisa kasih pinjaman mereka [pengusaha] ke bank asing," ujar Aviliani dalam Power Lunch CNBC Indonesia

Inilah mengapa bank di Tanah Air tengah berlomba-lomba memenuhi kebutuhan valas. Efek ketatnya likuiditas valas pun berujung pada bunga kredit valas yang tinggi. Bukan hanya itu, Aviliani mengingatkan risiko lainnya, yakni pelemahan rupiah.

"Ini hukum permintaan penawaran ketika permintaannya tinggi tetapi penawarannya tidak ada, maka rupiah kita akan semakin melemah, jika rupiah melemah bahaya terhadap inflasi," tegas Aviliani.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perhatian! Indonesia Mulai Kekeringan Dolar AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular