Jelang Rilis Data Inflasi AS, Yield SBN-Treasury Melandai
Jakarta, CNBCIndonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup menguat pada perdagangan Selasa (13/9/2022), jelang rilis data inflasi di Amerika Serikat (AS) malam ini waktu Indonesia.
Mayoritas investor kembali memburu SBN pada hari ini, ditandai dengan penurunan yield di hampir seluruh tenor SBN. Hanya SBN tenor 1 tahun yang cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan naiknya yield.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 1 tahun naik 0,8 basis poin (bp) ke posisi 4,526% pada perdagangan hari ini.
Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara kembali melandai 5,3 bp ke posisi 7,117%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Beralih ke AS, yield obligasi pemerintah (US Treasury) juga cenderung melandai pada pagi hari ini, jelang rilis data inflasi periode Agustus 2022.
Dilansir data dari CNBC International, yield Treasury tenor pendek yakni 2 tahun menurun 3,9 bp ke posisi 3,532%.
Sedangkan yield Treasury berjangka menengah yakni tenor 10 tahun yang juga menjadi Treasury benchmark AS juga turun 4,2 bp menjadi 3,32%.
Data inflasi dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) merupakan data ekonomi terakhir yang dapat menjadi masukan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) sebelum memutuskan untuk menaikkan besaran suku bunga acuannya di bulan ini.
Pelaku pasar dalam polling Reuters memprediksikan bahwa IHK Negeri Paman Sam pada bulan lalu akan melandai ke 8,1% secara tahunan (yoy), dari sebelumnya sebesar 8,5% pada Juli 2022.
Sebelum rilis IHK, data ekspektasi inflasi juga sudah menunjukkan penurunan. Artinya konsumen di AS sudah melihat tanda-tanda inflasi mencapai puncaknya.
Data dari The Fed wilayah New York menunjukkan pada Agustus ekspektasi inflasi 12 bulan ke depan sebesar 5,75%. Angka tersebut turun jauh dari bulan sebelumnya 6,2% dan menjadi yang terendah sejak Oktober 2021, atau saat The Fed mulai mengetatkan kebijakan moneternya.
Rilis tersebut juga menunjukkan rata-rata inflasi dalam 3 tahun ke depan berada di kisaran 2,8%, terendah sejak akhir 2020.
Ekspektasi inflasi menjadi salah satu faktor penting yang bisa menentukan tingkat inflasi. Ketika ekspektasi inflasi tinggi, ada risiko produsen akan menaikkan harga produknya, yang pada akhirnya memicu kenaikan IHK.
Meski begitu, namun pelaku pasar memprediksikan bahwa The Fed masih akan menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin (bp) untuk meredam inflasi yang masih tinggi.
Ketua Fed, Jerome Powell pada pekan lalu memberikan pidato bahwa ia dan rekan-rekannya berkomitmen untuk membawa inflasi turun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)