Wow! Awal Pekan Investor Buru SBN, Tapi yang Ini Dilepas

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
12 September 2022 21:06
US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)
Foto: US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat pada perdagangan Senin (12/9/2022). Ini di tengah turunnya imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS).

Mayoritas investor kembali memburu SBN pada hari ini, ditandai dengan penurunan yield. Namun untuk SBN tenor 3 tahun cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan naiknya yield.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 3 tahun menanjak 5,5 basis poin (bp) ke posisi 6,192%. Sedangkan yield SBN tenor 20 tahun cenderung stagnan di posisi 7,176%.

Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara kembali turun 0,7 bp ke posisi 7,17%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Beralih ke AS, yield obligasi pemerintah (US Treasury) juga cenderung melandai pada pagi hari ini. Karena pasar menanti data ekspektasi inflasi konsumen.

Dilansir data dari CNBC International, yield Treasury tenor pendek yakni 2 tahun turun 3,9 bp ke posisi 3,532%. Sedangkan yield Treasury berjangka menengah yakni tenor 10 tahun yang juga menjadi Treasury benchmark AS juga turun 3,2 bp menjadi 3,289%.

Pada hari ini di AS, pelaku pasar akan memantau survei ekspektasi konsumen Federal Reserve (The Fed) yang menguraikan seperti apa ekspektasi konsumen terhadap inflasi dan harga secara keseluruhan untuk makanan, perumahan, gas, dan pendidikan.

Di lain sisi, pasar masih dibayangi oleh potensi kenaikan suku bunga acuan oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) sebesar 75 basis poin (bp), setelah Ketua The Fed, Jerome Powell mengatakan bahwa ia dan rekan-rekannya berkomitmen untuk meredam inflasi.

The Fed juga berencana mempercepat pengurangan neraca pada bulan ini. Tindakan ini dikhawatirkan dapat membebani ekonomi dan membuat tahun ini lebih brutal untuk saham dan obligasi.

Setelah meningkatkan neraca menjadi US$ 9 triliun setelah pandemi, The Fed mulai menurunkan beberapa Treasuries dan sekuritas berbasis hipotek yang dimilikinya pada Juni dengan kecepatan US$ 47,5 miliar. Telah diumumkan bahwa bulan ini mereka meningkatkan laju pengetatan kuantitatif menjadi US$ 95 miliar.

Skala pelonggaran The Fed belum pernah terjadi sebelumnya dan efek dari bank sentral yang mengakhiri perannya sebagai pembeli Treasuries yang konsisten dan tidak sensitif terhadap harga sejauh ini sulit untuk ditentukan dengan tepat dalam harga aset.

Selain itu, pasar akan merespon mengenai berakhirnya era suku bunga rendah untuk melawan inflasi yang kian panas. Tak hanya The Fed saja yang makin bersikap hawkish, tetapi bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) juga bersikap demikian

ECB berencana menaikkan suku bunga acuan 2% untuk dua tahun ke depan. Rencana ini muncul setelah adanya peningkatan risiko ekonomi. Ini adalah aksi dalam memerangi rekor inflasi yang mencapai 9,1% meskipun kemungkinan resesi.

ECB menaikkan suku bunga deposito dari nol menjadi 0,75% pada hari Kamis dan Presiden ECB, Christine Lagarde mengarahkan untuk dua atau tiga kenaikan lagi, mengatakan suku bunga masih jauh dari tingkat yang akan membawa inflasi kembali ke 2%.

Seorang narasumber mengatakan kepada Reuters, bahwa kemungkinan besar akan terjadi jika proyeksi inflasi ECB hingga 2025 masih di atas 2%. ECB saat ini melihat inflasi mencapai 2,3% pada 2024.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular