
Ekspor Timah Mau Dilarang, Tapi Kok Harga Sahamnya Turun?

Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar kurang sedap datang dari harga komoditas timah yang menjadi salah satu logam tambang andalan ekspor Indonesia. Harga timah dunia terus mengalami pelemahan sejak kuartal II-2022.
Harga timah dunia sudah anjlok lebih dari 50% sejak mencapai puncaknya pada awal Maret lalu yang tembus US$ 48.000/ton. Kini harga timah sudah mendekati US$ 20.000/ton.
Presiden Joko Widodo punya rencana melarang ekspor timah. Tapi, wacana ini belum cukup menggerakkan harga timah. Justru, salah satu pemicu turunnya harga timah dunia adalah stok yang meningkat. Persediaan timah di gudang terus terisi, terutama dari Indonesia.
Persediaan timah di gudang yang dipantau oleh bursa logam London (LME) tercatat 4.610 ton per 6 September 2022. Jumlah ini meningkat 2.590 ton atau naik 128% secarapoin-to-pointsejak awal tahun ini. Jumlah tersebut juga menjadi yang tertinggi sejak Oktober 2020.
Pasokan timah dunia makin bertumbuh di pasar setelah ekspor timah olahan Indonesia pada Agustus naik 15,15% dari bulan yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy) menjadi 8.633,05 ton, menurut data Kementerian Perdagangan.
Sepanjang periode Januari hingga Agustus 2022, Indonesia telah mengirimkan 51.174,81 ton timah olahan ke keranjang pasokan dunia, di mana pembeli terbesar adalah China dan Singapura. Jumlah tersebut setara dengan 74,6% dari target ekspor timah Indonesia yakni sebesar 68.600 ton pada 2022.
Indonesia sendiri adalah produsen timah terbesar kedua dunia. Menurut USGS, produksi timah Indonesia tercatat 71.000 pada 2021. Sehingga pasokan dari Indonesia mampu mempengaruhi gerak harga timah dunia.
Di satu sisi kinerja ekspor yang meningkat adalah satu hal yang bagus. Namun di tengah ancaman perlambatan ekonomi global perlu diwaspadai bahwa penurunan harga juga bisa mensinyalkan tanda pelemahan permintaan.
Dengan pelemahan harga timah dunia tersebut, saham-saham emiten tambang pun merespons dengan cukup negatif.
Saham PT Timah Tbk (TINS) mengalami pelemahan 0,66%. Sedangkan saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) turun 0,77%. Sedangkan saham PT Harum Energy Tbk bahkan sampai ambrol lebih dari 1%.
ANTM dan HRUM memiliki portofolio bisnis nikel yang juga mengalami penurunan harga setelah sempat tembus rekor tertingginya sepanjang sejarah.
Selanjutnya saham nikel dengan produksi terbesar di Indonesia yakni PT Vale Indonesia Tbk (INCO) naik 1,22% ke Rp 6.200/unit.
Sementara itu small cap perusahaan nikel yang memiliki tambang dengan nama artis yakni PT PAM Mineral Tbk (NICL) stagnan di level Rp 102/unit.
(trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000